malam yang lelah setelah perjalanan empat jam lamanya diatas kendaraan, hati ini lega setelah sampai di tempat tujuan. seiring dengan adzan maghrib berkumandang, berarti masih ada kesempatan untuk melakukan ibadah. hari ini khususnya pagi tadi masih begitu berat dalam benakku. sebelum mengelilingi kota bengkulu siang ini, tak sengaja aku menemukan pencerahan, sebuah pencerahan yang menyempitkan setengah dinding pulmonalis ku. entah siapa yang menghimpitnya.
ada sejuta tangis yang terserak di bait dada, namun tak semuanya dapat aku keluarkan. sesak rasanya, dan terlalu berat sepertinya. tapi semua itu aku singkirkan seiring dengan langkah yang masih tersisa. aku mencoba merapihkan diri yang memang acak-acakan. mencoba menata kembali hidup setelah beberapa bulan terakhir tenggelam dalam kengelokroan diri ini. sulit memang, tapi aku harus mengakhiri semua ini. begitulah sang hati berujar kepada raga yang sombong ini.
lilitan angan itu, selalu saja menghambat rasa hidupku. sepertinya sudah saja aku pejamkan nafas ini. ingin rasanya, tapi tak pelak aku masih memiliki janji! yah sebuah janji, janji yang akan aku pertanggung jawabkan didunia ini dan dihadapanNya kelak. sebuah janji yang terasing berasal dari karang terendah didasar jiwa, yang entah darimana asalnya? tapi aku amini untuk aku nyatakan menjadi sesuatu yang tak mustahil.
bincang-bincang diruang makan bersama dengan keluarga baruku, keluarga yang aku rasa sudah seperti keluarga sendiri. hampir empat minggu aku terhenti dirumah ini, dihangatnya keluarga ini. meski kadang aku sadari, mereka menggerutu dibelakangku, mencibir keberadaanku, mengerling jauh setiap kecil kesalahanku, meski yang nampak adalah senyuman dari mereka. aku menyadari memang akunya yang keterlaluan, membiarkan aku mati suri tiap harinya ditempat tidur ruang tamu itu. dan bangkit hampir tengah hari.
keluarga mana yang betah di tempati oleh orang asing, yang datang dengan begitu saja tanpa ada perkenalan sebelumnya. lewat message atau komunikasi? tapi datang dengan sepulang anaknya yang baru saja menyelesaikan kuliah, sebuah kejutan yang mungkin menurut keluarga ini GILA? tapi selalu saja senyum ketulusn itu membentang dengan jelasnya diwajah itu. yah Mak aku memanggilnya, seorang wanita yang usianya jelas menunjukkan bahwa ia mulai lanjut. ia yang selalu dengan ikhlas membuatkan ku teh manis atau kadang secangkir ouker dengan susu dalam gelas. meski yang dibuatkan tidak tau malu, tidak bangun dari mati surinya, hingga tengah hari baru terbangun.
sebenarnya ku sudah merasa muak dengan hidup yang tak kunjung aku temui kedatanganya. dan sepertinya tak pula aku temui ujungnya, yang ada hanya lelah dan semakin lelah. ini semua karna kesalahanku dan janji itu! aku ingin bernafas tegas meski aku tak bebas, bukan seperti ini? seperti terbelit luka yang semakin mengisolasi hati. lelah sungguh, meski tak ada seorang pun yang tau kecuali yang punya hidup. hari ini adalah hari terakhirku berada dibengkulu, namun malam ini ngelokro itu timbul dan mengekor kengerianku untuk bertahan hidup. setelah siang tadi aku menjadi seseorang yang baru menurutku setelah diri ini berhadapan dengan langsung kepada sang pemilik CINTA. meski sesenggukan yang terdengar mata, dan tak terhirup pendengaran. tapi aku merasa sedikit lega, walau jangar itu terus meraja dalam kekalutan emosi dan nurani ini.
sebuah pesan yang tertulis dilayar monitor buah karya adikku, keluarga kandungku sendiri? membangkitkan ngelokroku. menghancurkan seluruh fitrahku yang baru saja ku bangun dengan sisa-sisa keyakinan yang aku miliki. semua ini karena DIA, sebuah kesalahan yang membelenggu dan menggerogoti bangunan girahku. sesuatu yang aku bangun tertatih bertahun-tahun. berpuluh tahun mungkin? namun hancur remuk redam hanya dalam satu waktu dan hitungan bulan. dosa, itulah namanya. sebuah dzat yang tak jelas asalnya, tak pasti waktunya, tak kunjung wujudnya namun mampu menggila dalam akal yang mencoba menangkisnya. aku dendam meski terdiam, aku lelah walau tak mau kalah, aku lempay seluruh jiwa raga tertelan waktu yang terus menggerutu. aku sudah mengerti jawabnya, tinggal aku yang harus menyelesaikanya. ini dosa di balik dada, yang minta diakhiri kapan saja meski aku tak menemukanya.
percaya dan kepercayaan mereka sepertinya sirna sudah. aku faham dengan durjana dalam pandangan mereka. aku pun terbakar akan menerka-terka? layaknya sebuah tuas yang akan putus kapan saja, bila tak ada yang menopangnya. aku faham ini dan itu slit bagi mereka, apakah tidak lebih sulit untukku? coba jelaskan dengan seluruh rumus yang beredar dialam semesta? takkan pernah ada senyawa yang sama dan mampu membentangkanya. ku terlelap
Aku adalah kesalahan
Bentukku adalah sebuah kekecewaan
Apa aku pernah minta salah dilahirkan
Apa aku pernah memohon sebuah dosa sebagai kawan?
Melirik perlahan dengan segenggam asa yang ku buang
Dari sejumput keterbatasan yang akan ku selesaikan
Meski sebuah pahit tertelan dengan kejam akhirnya.
Atau sebuah balasan yang tak ada kunjung habisnya
Aku ingin menjadi Big Bang
Yang memecah seperti cahaya
Pecahanya membentuk dunia, meski banyak menganggap salah
Dari sanalah berujung sebuah diskusi untuk diterjang
Atau hanya penghangat bincang dari asap kopi
Layaknya pagi yang dinanti embun, atau dosa?
Diharap dan dipinta banyak mereka yang Suci, dari balik jeruji
Sekian terkuliti bersama sejumput sunyi yang ramai
Seandainya dunia mampu mendengar teriaknya jiwaku
Terpaku syahdu dalam sayat sembilu yang riang
Terbenam bersama kekal yang menjadi buram
Entah tak terbantah setelah lemah dan pasrah
Meski tak kunjung mampu kalian ungkap
Kalian semua yang mencoba menerka, hingga khilap
Sama dengan kasta diantara dendam yang tersingkap
Ku genggam dan akan aku tuntaskan
seperti inilah aku, tak akan ada yang tahu. selalu terduduk malu, karena semua khilapku dan tak berdayanya ragaku. tersudut di balik dosa yang menggerutu dan beberapa waktu menunggu untuk menghakimi diriku.
Sebait lelah dalam bernafas. Walau aku tau Allah Maha mendengar segala Do'a
Dia menghapuskan segala dosa dan nista.