Combustio/Luka Bakar
Saturday, December 11, 2010
Definisi
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).

Askep Combustio
Etiologi Luka Bakar
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau
fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ - organ fungsional.
3. Keadaan
hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya Luka Bakar

Klasifikasi Combustio
Luka Bakar Tingkat I
Kedalaman : Ketebalan partial superfisial
Penyebab : Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Penampilan : Kering tidak ada gelembung,
oedem minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Warna : Bertambah merah.
Perasaan : Nyeri
Luka Bakar Tingkat II
Kedalaman : Lebih dalam dari ketebalan partial, superfisial, dalam.
Penyebab : Kontak dengan bahan air atau bahan padat, jilatan api kepada pakaian, jilatan langsung kimiawi, sinar ultra violet.
Penampilan : Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar, pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Warna : Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Perasaan : Sangat nyeri
Luka Bakar Tingkat III
Kedalaman : Ketebalan sepenuhnya
Penyebab : Kontak dengan bahan cair atau padat, nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik.
Penampilan : Kering disertai kulit mengelupas, pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas, gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan.
Warna : Putih, kering, hitam, coklat tua, hitam, merah.
Perasaan : Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut.
B. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
Syok
Definisi / Pengertian Syok
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman
oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan.

Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut:
1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria:
produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Penyebab Syok
Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (
serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana
tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
Tahap ireversibel dimana
kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan
ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Jenis Syok
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu :
1.
Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
2.
Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
3.
Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4.
Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5.
Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Penanganan Syok
Sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah :
1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (
danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3. Periksa pernafasan korban (Breathing)
3. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
4. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC
clear
5. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
6. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit.
Penyebab Syok
Syok bisa disebabkan oleh:
- Perdarahan (syok hipovolemik)
- Dehidrasi (syok hipovolemik)
- Serangan jantung (syok kardiogenik)
- Gagal jantung (syok kardiogenik)
- Infeksi (syok septik)
- Reaksi alergi (syok anafilaktik)
- Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
Gejala Syok
Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok.
Gejalanya bisa berupa:
- gelisah
- bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
- kulit lembab dan dingin
- pembentukan urine berkurang atau sama sekali tidak terbentuk urine
- pusing
- tekanan darah rendah
- keringat berlebihan, kulit lembab
- denyut nadi yang cepat
- pernafasan dangkal
-
tidak sadarkan diri
- lemah.
- nadi cepat dan lemah
- nafas cepat, dangkal, dan tidak teratur
- kulit pucat, dingin, dan lembab
- wajah pucat dan sianosis (bibir membiru)
- pupil mata melebar
- status mental berubah (gelisah, mual, haus, pusing, ketakutan, dan lain-lain)
Informasi Penyebab, Penanganan, Pencegahan masing-masing syok bisa dilihat melalui link berikut.
Syok Anafilaktik
Syok Hipovolemik
Syok Kardiogenik
Syok Neurogenik
Syok Septik
Sectio Cesar
Pengertian Sectio Caesaria (Seksio Sesaria)
Ada beberapa pengertian mengenai sectio caesaria :
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Jadi operasi Seksio Sesaria ( sectio caesarea ) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin ( persalinan buatan ), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.
Indikasi Sectio Caesaria
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Indikasi sectio caesaria pada Ibu
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Disfungsi uterus
Distosia jaringan lunak
Plasenta previa
His lemah / melemah
Rupture uteri mengancam
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Problema plasenta
Indikasi Sectio Caesaria Pada Anak
Janin besar
Gawat janin
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Fetal distress
Kalainan letak
Hydrocephalus
Kontra Indikasi Sectio Caesaria :
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati,
syok, anemi berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Sarwono, 1991)
Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin dengan cepat
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
- Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
- SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
b.
SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
- Perdarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut
(Mochtar, Rustam, 1992)
:
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Prognosis Operasi Sectio Caesarea
Pada Ibu
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan
antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga - tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %. (Sarwono, 1999).
Komplikasi Operasi Sectio Caesarea
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang,
suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Pemeriksaan Diagnostik
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
Pemantauan EKG
JDL dengan diferensial
Elektrolit
Hemoglobin/Hematokrit
Golongan darah
Urinalisis
Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)
Asuhan Keperawatan Sektio Caesaria
1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan
output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi:
a.Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah.
b.Ukur pengeluaran harian.
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian.
c.Berikan sejumlah cairan pengganti harian.
R/ Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.
d.Evaluasi status hemodinamika.
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi:
a.Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.
b.Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi.
c.Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Mengistiratkan klien secara optimal.
d.Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien.
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan.
e.Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
R/ Menilai kondisi umum klien.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.
Intervensi:
a.Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.
R/ Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala
maupun dsekripsi.
b.Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.
c.Ajarkan teknik distraksi.
R/ Pengurangan persepsi nyeri.
d.Kolaborasi pemberian
analgetika.
R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka
operasi.
Intervensi:
a.Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi.
R/ Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b.Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi.
R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
c.Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
d.Lakukan perawatan luka.
R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.
e.Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi.
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
Daftar Pustaka
Allen, Carol Vestal, (1998) Memahami Proses Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Hamilton, Persis Mary,(1995) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6, EGC. Jakarta.
Ibrahim S. Cristina,(1993) Perawatan Kebidanan, Bratara Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde, (1998), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta.
Martius, Gerhard, (1997), Bedah Kebidanan Martius, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Muchtar, Rustam,(1998), Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta.
Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
Sarwono Prawiroharjo,(1999)., Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Tucker, Susan Martin, (1998), Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Artikel yang Berhubungan
Download Kumpulan Askep
Askep AML
Askep Meningitis
Meningitis
Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).

Askep Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Etiologi
1. Bakteri;
Mycobacterium tuberculosa,
Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem persarafan
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a) Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
b) Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain :
Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan
demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada
tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia :
demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
.
Asuhan Keperawatan Meningitis
1. Pengkajian Klien Meningitis
a) Biodata klien
b) Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
c) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan
PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia.
(3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.

Tes Kernig dalam pengkajian meningitis
(7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
(8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan Meningitis
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b) Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c) Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan Meningitis
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
- Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
- Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
- Pantau suhu secara teratur
- Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
- Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
- Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
- Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
b) Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
- Tirah baring dengan posisi kepala datar.
- Pantau status neurologis.
- Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
- Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
- Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi
- Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
- Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
- Pantau BGA.
- Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
c) Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
Mandiri
- Pantau adanya kejang.
- Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
- Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
d) Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri
- Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
- Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi).
- Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
- Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
Kolaborasi
- Berikan anal getik, asetaminofen, codein
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
- Kaji derajat imobilisasi pasien.
- Bantu latihan rentang gerak.
- Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
- Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udara atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fungsional.
- Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
f) Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
- Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
- Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
- Observasi respons perilaku.
- Hilangkan suara bising yang berlebihan.
- Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
- Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
- Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
g) Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
- Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
- Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
- Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
- Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan
tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan
tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
Daftar Pustaka
- Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
2. Harsono.(1996).
Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
3. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
4. Tucker, Susan Martin et al.
Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.
5. Price, Sylvia Anderson.
Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.
6. Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.
Artikel yang Berhubungan :
Tingkat Kesadaran
Kumpulan Askep
Askep Stroke Hemorrhagic
Chepalgia
Pengertian Cephalgia

Askep Cephalgia
Cephalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik ( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddan )
Klasifikasi
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh
Headache Classification Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
1. Migren (dengan atau tanpa aura)
2. Sakit kepala tegang
3. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal
4. Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
5. Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
6. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid).
7. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor otak)
8. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
9. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
10. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
11. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)
12. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
- Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
- Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
- Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
- Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
- Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
- Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
- Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
- Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.
Manifestasi Klinis
a. Migren
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.
Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1.
Fase aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO
2.
2.
Fase sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
3.
Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
b. Cluster Headache
Cluster Headache adalah bentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.
c. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

Cephalgia
Pengkajian
Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.
1.
Data Subyektif
a. Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.
b. Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.
c. Langkah - langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.
d. Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala.
e. Awal serangan sakit kepala.
f. Ada gejala prodomal atau tidak
g. .Ada gejala yang menyertai.
h. Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).
i. Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.
j. Ada alergi atau tidak.
2.
Data Obyektif
a. Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.
b. Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari - hari.
c. Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial.
d.
Suhu badan
e. Drainase dari sinus.
Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah:
a. Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau gangguan organik.
b. Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
c. Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain.
d. Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan pasien dari tidur.
e. Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.
f. Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.
g. Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.
h. Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah terus.
i. Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol.
j. Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam lingkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala.
k. Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.
l. Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.
Diagnostik
1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.
Diagnosa Keperawatan Cephalgia
1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
Rencana Asuhan Keperawatan Cephalgia
1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
Intervensi:
a. Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan
b. Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan.
c. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.
d. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.
e. Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang
f. Evaluasi perilaku nyeri
g. Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.
h. Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri.
i. Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi, pasangan/keluarga
j. Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat
k. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul.
l. Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.
m. Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
n. Berikan kompres dingin pada kepala.
o. Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.
p. Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.
q. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.
r. Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif “Saya sembuh, saya sedang relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-internal dan katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.
s. Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.
2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
Intervensi;
a. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.
b. Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.
c. Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.
d. Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
e. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.
f. Kolaborasi
Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
Intervensi ;
a. Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.
b. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.
c. Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi
d. Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan , makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.
e. Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.
f. Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan bersenang-senang.
g. Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan tertawa/tersenyum.
h. Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.
i. Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
j. Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk
k. Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis
Daftar Pustaka
1. Barbara C Long, 1996,
Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
2. Brunner & Suddarth, 2002,
Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
3. Marlyn E. Doengoes, 1999,
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Priguna Sidharta, 1994,
Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.
5. Susan Martin Tucker, 1998,
Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.
6. Sylvia G. Price, 1997,
Patofisologi,
konsep klinik proses - proses penyakit. EGC, Jakarta
Artikel yang Berhubungan :
Pengkajian Keperawatan
Tingkat Kesadaran
Askep AMI
Kumpulan Askep
Low Back Pain
Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya . Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.
Definisi Low Back Pain
Low Back Pain (LBP) atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1.
Etiologi Low Back Pain
Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut,
ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas .
Patofisiologi Low Back Pain
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut.
Manifestasi Klinis Low Back Pain
Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung akut maupun nyeri punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji lokasi nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica), juga dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat ketidaknyamanan yang dialaminya. Peninggian tungkai dalam keadaan lurus yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf.
Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang diakibatkan oleh spasme akan menghilang.
Kadang-kadang dasar organik nyeri punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan anifestasi depresi atau konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan. Bila kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu meninjau kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi kerja.
Evaluasi Diagnostik Low Back Pain
Prosedur diagnostik perlu dilakukan pada pasien yang menderita nyeri punggung bawah. Sinar X- vertebra mungkin memperlihatkan adanya
fraktur, dislokasi, infeksi, osteoartritis atau scoliosis. Computed Tomografi (CT) berguna untuk mengetahui penyakit yang mendasari, seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis. USG dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis. MRI memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang.
Penatalaksanaan Low Back Pain
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres panas. Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut.
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia.
Pengkajian Keperawatan Low Back Pain
Pasien nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan ketidaknyamanannya (misal lokasi, berat, durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan aktifitas dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan bagaimana pasien mengatasinya. Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan.
Selama wawancara ini, perawat dapat melakukan observasi terhadap postur pasien, kelainan posisi dan cara jalan. Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan tulang belakang, Krista iliakan dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal dipalpasi dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya obesitas karena dapat menimbulkan nyeri punggung bawah.
Diagnosa Keperawatan Low Back Pain
1. Nyeri b.d masalah muskuloskeletal
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan
3. Kurang pengetahuan b.d teknik mekanika tubuh melindungi punggung
4. Perubahan kinerja peran b.d gangguan mobilitas dan nyeri kronik
5. Gangguan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh b. d obesitas
Intervensi dan Implementasi Low Back Pain
1. Meredakan nyeri
Untuk mengurangi nyeri perawat dapat menganjurkan tirah baring dan pengubahan posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal. Pasien diajari untuk mengontrol dan menyesuaikan nyeri yang dilakukan melalui pernafasan diafragma dan relaksasi dapat membantu mengurangi tegangan otot yang berperan pada nyeri punggung bawah. Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dengan aktifitas lain misal membaca buku, menonton TV maupun dengan imajinasi (membayangkan hal-hal yang menyenangkan dengan memusatkan perhatian pada hal tersebut).
Masase jaringan lunak dengan lembut sangat berguna untuk mengurangi spasme otot, memperbaiki peredaran darah dan mengurangi pembendungan serta mengurangi nyeri. Bila diberikan
obat perawat harus mengkaji respon pasien pada setiap obat.
2. Memperbaiki mobilitas fisik
Mobilitas fisik dipantau melalui pengkajian kontinu. Perawat mengkaji bagaimana pasien bergerak dan berdiri. Begitu nyeri punggung berkurang, aktifitas perawatan diri boleh dilakukan dengan regangan yang minimal pada struktur yang cedera. Perubahan posisi harus dilakukan perlahan dan dibatu bila perlu. Gerakan memutar dan melenggok perlu dihindari. Pasien didorong untuk berganti-ganti aktifiats berbaring, duduk dan berjalan-jalan dalam waktu lama. Perawat perlu mendorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan, latihan yang salah justru tidak efektif.
3. Meningkatkan mekanika tubuh yang tepat
Pasien harus diajari
bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.

4. Pendidikan kesehatan
Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar
5. Memperbaiki kinerja peran
Tanggung jawab yang berhubungan dengan peran mungkin telah berubah sejak terjadinya nyeri punggung bawah. Begitu nyeri sembuh, pasien dapat kembali ke tanggung jawab perannya lagi. Namun bila aktifitas ini berpengaruh terhadap terjadinya nyeri pungung bawah lagi, mungkin sulit untuk kembali ke tanggung jawab semula tersebut tanpa menanggung resiko terjadinya nyeri pungggung bawah kronik dengan kecacatan dan depresi yang diakibatkan.
6. Mengubah nutrisi dan penurunan berat badan
Penurunan BB melalui penyesuaian cara makan dapat mencegah kekambuhan nyeri punggung, dengan melalui rencana nutrisi yang rasional yang meliputi perubahan kebaisaaan makan untuk mempertahankan BB yang diinginkan.
Evaluasi
1. Mengalami peredaan nyeri
- Istirahat dengan nyaman
- Mengubah posisi dengan nyaman
- Menghindari ketergantungan obat
2. Menunjukkan kembalinya mobilitas fisik
- Kembali ke aktifitas secara bertahap
- Menghindari posisi yang menyebabkan yang menyebabkan ketidaknyamanan otot
- Merencanakan istirahat baring sepanjang hari
3. Menunjukkan mekanika tubuh yang memelihara punggung
- Perbaikan postur
- Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress punggung
- Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
- Berpartisipasi dalam program latihan
4. Kembali ke tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
- Menggunakan teknik menghadapi masalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi stress
- Memperlihatkan berkurangnya ketergantungan kepada orang lain untuk perawatan diri
- Kembali ke pekerjaan bila nyeri punggung telah sembuh
- Kembali ke gaya hidup yang produktif penuh
5. Mencapai BB yang diinginkan
- Mengidentifikasi perlunya penurunan BB
- Berpartisipasi dalam pengembangan rencana penurunan BB
- Setia dengan program penurunan BB
Daftar Pustaka :
1. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
2. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
3. Ruth F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia, 2000
4. Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1997
Atrithis Rhematoid
Pengertian Artritis Reumatoid
Artritis Reumatoid (Rheumatoid arthritis) is a chronic inflammatory disease with primary manifestation poliartritis progressive and involve all the organs, jadi merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada
destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998)
Penyebab / Etiologi Artritis Reumatoid
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4.
Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
Epidemiologi Artritis Reumatoid
Penyakit artritis rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan
demam.
b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e.
Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada
myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
Patofisiologi Artritis Reumatoid
Membran syinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, reumatoid artritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa reumatoid artritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.

Patofisiologi Artritis Reumatoid
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α
1β
2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.
Komplikasi Artritis Reumatoid
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
Diagnostik Artritis Reumatoid
Kriteria diagnostik artritis reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) adalah:
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. Gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
- Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
- Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
- Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.
Penatalaksanaan / Perawatan Artritis Reumatoid
Oleh karena kausa pasti arthritis reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :
- Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
- Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
- Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
- Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah
memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan.
Kompres hangat pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan
diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.
Konsep Keperawatan Artritis Reumatoid
Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.
Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap
Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, ” penyembuhan ” arthritis tanpa pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid
Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi :
Read the rest of this entry »