Some Where I Belong
Kampoeng
halaman masih seperti dulu, gumamku.
Mata ini
tak berhenti berotasi mengelilingi indahnya lukisan alam kuasa sang Ilahi.
Meniti satu ombak demi ombak yang lain, yang bergerombol riang layaknya anak
kecil mendorong meinan mereka. Tak lepas dari siluet senja yang begitu menarik
hati. Pemandangan pagi ini membuatku semakin takjub tak hentinya mengucap
syukur akan nikmat yang telah Allah berikan, disela helaan nafas panjangku.
Malam ini
terasa berat dan melelahkan setelah perdebatan kemarin sore lewat telphon
dengan ayahku. Dengan terpaksa pun aku harus menuruti keputusanya bahwa aku
harus pulang dan meninggalkan kota Jogja serta meninggalkan kisah yang
menurutku takkan usai di batas file kenangan.
***
Pagi yang
biasa saja ternyata adalah awal dari sebuah cerita klasik dan sebait rindu yang
tergantung dalam ruang penantian yang bila itu adalah rekayasa indah tuhan maka
pasti akan bertemu kembali, begitu sebaliknya bila tidak berjodoh biarlah
menjadi sebuah kenangan dalam kotak hati nan abadi.
Dari balik
pagar sekolah disaat bel istirahat pertama. Aku yang hendak ke perpus mencari
buku yang aku perlukan untuk mengisi waktu istirahatku. Aku diberi tahu temanku
bahwa aku dicari seseorang, ternyata dia Key.
Ga, aku
mau ngomong bentar sama kamu, cuma bentar.
“ya udah,
masuk aja kita ngobrol dikantin” ajakku.
Aku ga’
bias, aku buru-buru. Masih ada yang harus aku selesain buat daftar perguruan
tinggi.
“ya udah,
tapi masak kita bersebelahan gini sih ngobrolnya. Cuma dibatasi gerbang
sekolah, ga’ enaklah”.
Ga’
apa-apa, kan Cuma bentar.
“apa sih
yang mau di obrolin Key? Tanyaku sok lembut”.
Sekarang
aku dah pindah ke kos-kosan, ga’ lagi di asrama. Tapi aku belum dapet
kos-kosan, nti kalo aku dah dapet aku hubungin kamu.
“udah,
Cuma itu aja?” Tanyaku.
Kamu kok
gitu sih responya.
“terus
kudu gimana? Kalo Cuma gitu ya udah”.
Ya udah
deh, yang penting aku dah kasih tau. Aku pergi dulu yah, buru-buru nih soalnya.
“ya,
ati-ati ya dijalan. Jangan lupa berdo’a”. jawabku
Asalamualaikum,
dagh………… lambaiannya sambil berlalu
“alaikum
salam wr.wb” jawabku sambil berbalik kembali menuju kelas.
Sore itu,
ketika pulang sekolah dan setelah tiada firasat yang begitu mengganggu fikiranku.
Tubuhku perlahan kurebahkan sebentar seperti biasanya. Sekedar melunturkan
letih seharian berfikir di sekolahan. Melepas penat dari jenuhnya hari ini
sambil menunggu waktunya mandi.
***
Baru saja
aku akan membaca Alqur’an ada panggilan dari rumah bawah. Karena kamar kosku
berada di lantai atas. Sayup-sayup terdengar suara itu saura Ibu kosku.
Sepertinya aku mendapat telphon dari orangtuaku dan ternyata benar.
Dek
Angga, ada telphon dari bapak di sumatera nih. Ucap Ibu kosku
“ia bu,
sambil kuturuni tangga kosan yang sedikit terjal”.
Kamu lagi
apa to, kok lama bener datangnya? Tanya ibu kosku.
“baru mau
ngaji bu, jadi ga’ kedengaran”.
Ouu ya
udah tuh cepet diangkat, kasian bapaknya dah nelphon dari tadi.
Ibu
koskupun beranjak kedapur, sedangkan aku berlalu melintas keruang tengah tempat
berkumpulnya keluarga.
Halo,
assalamualaiukm. Ucapku
“wa’alaikumsalam,
jawab suara lantang dan tegas di seberang”.
Wonten
nopo pak?
“ga’ ono
apo-apo, mung kuwe kudu bali maring Sumatra sesok isuk”.
La pripun
kaleh sekolah kulo?” tanyaku meragukan perintah bapaku.
“pindah…………………!!!!”
Suara tegas itu meyakinkan.
Wah boten
saget ngoten no pak, kulo kan sekedap maleh sampun ujian. Tawarku
“heis,
itu bias diatur disini. Perioritas utama adalah pulang, karena bapak udah ga’
percaya lagi kamu sekolah disana. Sudah ga’ ada lagi yang ngawasi. Masmu
sekarang sudah kuliah di Bandung, kamu pasti tambah ga’ mbeneh aja nanti
disana”.
Lo ga’
bener gimana to pak? wong aku sekolah disini tu sungguh-sungguh.
“kamu
itu, kalo sekolah jarang mandi. Pergi maghrib pulang subuh. Coba bias jelasin
kamu maen apa belajar disana? Jangan kamu kira bapak ga’ tau kamu disana
belajar bener-bener atau Cuma keluyuran” amuk bapakku di telphon.
Siapa
yang bilang darimana sumber beritanya? Tanyaku
“nggak
penting, yang penting besok kamu pulang. Tiket ambil di Pakde mu, udah di
pesenin tiket sama pakdemu tadi siang. Bapak yang nyuruh, masalah surat-surat
pindah gak usah dipikir nanti biar pakdemu juga yang urus. Kamu benahi aja
pakaian terus pulang”
Tapi pak,
belum sempat aku naik banding bapak sudah menutup pembicaraan dengan………,
“wassalam”.
Wa’alaikumsalam
wr.wb. Jawabku dalam hati dengan kebengongan yang mendalam.
Langkah
ini takkan pernah terhenti untuk mencari bentukmu.
[Karena, Jogja disini
masih ada Cinta]
In memorian of Jogja 8 oct 2000
Labels: Jogja Disini Masih Ada Cinta
0 Comments:
Post a Comment
<< Home