Jogja Disini Masih ada Cinta
[Gempa
pilu 2005]
Warna itu
berbeda, nuansa ini tak sama. Sarat dengan makna, senyum lembut berbalut
getirnya sebuah duka. Inikah engkau Jogja?
[dimana ramah senyum tradisimu]
[dimana kau sembunyikan kini
Jogja]
Letih tubuh ini setelah perjalanan panjang 9
jam dari kota Paris van Java ke kota Jogja. Lekat bau badan perjalanan yang
setia menemani dalam balutan pliketnya tubuh ini. Sejuknya Jogjakarta di pagi
hari, kehidupan pagi masih terlihat begitu lengang. Tapi tidak menunjukan bahwa
Jogja baru saja diterpa oleh gempa.
Lempuyangan, stasiun tempatku berhenti.
Dengan KA parahiyangan jurusan Surabaya, aku dan kawan-kawan dari rombongan
team medic tenaga bantuan bagi gempa jogja. Menapakkan kaki, merenungi suasana
nan suci dibalut nuansa sejuknya angin yang dibawa oleh rimbunnya pepohonan.
Jogja dirimu tak berubah dalam 3 tahun terkahir, dimana hampir sama ketika saat
aku harus meninggalkanmu dengan paksa dari orangtuaku.
Rombongan kami sempat beristirahat sebentar
dipinggiran jalan depan stasiun, sekedar meluruskan tulang-tulang yang selama 9
jam harus di tekuk-tekuk, menyesuaikan posisi bangku dan penuh sesaknya oleh
penumpang. Kemudian, kami dijemput oleh bus jemputan menuju tempat kami akan
singgah selama berada di jogja sebagai sukarelawan. Kamipun berhenti di
kompleks Universitas besar Gajah Mada Indonesia, kami di inapkan di ruang
pascasarjana kedokteran UGM tepat di belakang RS. Sarjito, selama kami berada
di jogja.
***
[2 minggu sebelum
terjadinya gempa Jogja]
Mimpi......
Mimpi ini dah dua malem aku rasakan, ada
apasih kenapa aku harus berjalan kearah timur?. Kulihat banyak senyum miris dan
diam bisu setiap orang yang aku lihat dalam perjalanku kearah timur. Tapi, ada
rasa hangat yang merasuk kedalam relung jiwa, ketika melihat senyum mereka.
Mimpi apakah sebenarnya aku?
Kriiing…………… kriiing………, dering HP-ku
berbunyi, ku raih handphoneku. Kulihat satu nomer yang kukenal. Dwindles
kakakku menelphon dari bogor rupanya, karena setelah berpisah empat tahun yang
lalu, dia berkuliah di Bandung tempatku sekarang mengarungi bangku perkuliahan.
Kini setahun sudah dari waktu dia menyelesaikan studinya dan bekerja di Bogor
bagian Logistik Bisnis.
Asalamualaikum,
terdengar suara dari seberang.
Waalaikumsalam,
jawabku mantab.
Liburan ini lo nggak
ada kesibukan kan Ga?
“di liat ntar mas,
paling ikut jadi panitia OSPEK. Emangnya ada apa mas?
Nggak, kalo misalnya
lo nggak ada kesibukan. Aku mau main ke bandung sekalian ke Jogja bareng.
“o…, emangnya lo
nggak kerja gitu?
Berhubung ini ada
kerjaan keluar kota makanya sekalian liburan.
“emang dimana luar
kotanya.
Empat hari gua harus
nyelesain come-out barang di Bandung, terus meteeng di Jogja tiga hari, terus
ambil libur tiga hari deh, bisa kagak lo?
“asyik tuh kayaknya,
bernostalgia masa-masa dulu?
Makanya gua mau
ngajakin lo, sekalian mau ngabisin duit nih, kwkwkwk
“sombong…………
Mau nggak lo?
“liat nti deh,
soalnya masih banyak urusan organisasi nih.
Usahain lah, masa lo
mau melewatkan liburan bareng gua plus gratis mengenang masa lalu.
Hahahahaha……………………………
“ok liat nti, klo dah
ada kepastian gua sms lo. oia mas, hehe……, isiin pulsa gua ya, yang sepuluh aj,
ok?
Ya, tungguin aj, klo
gua nggak sibuk. Jangan lupa kudu bisa tuh.
“he’eh.
Asalamualaikum.
“waalaikumsalam.
Percakapanpun
terhenti, belum sempat aku beranjak dari tempatku, telphonku bordering lagi.
Dari nomer yang tak kukenal, tapi bila ditelisik dari kode daerahnya nomer ini
daerah pulau jawa (+62812217xxx)siapa ya? (gumamku). Karena
penasaran dan kasian dengan yang menelphon takut nanti ada yang penting, maka
aku angkat telphonnya.
Hallo,
Asalamualaikum.
Waalaikumsalam,
(suara siapa ya?)
suara cewek,cuy……………
Angga?
“iya, ni sapa ya?
Oh, maaf belum kasih
tau, ini Angel
“Angel mana ya?
Angel, sekretaris
dari panitia penyelenggara masa bimbingan mahasiswa tahun ini.
“maaf mbak, nggak
tau…… bukannya mbak Dewi yah?
Iya, memang dia
sekretarisnya. Saya Cuma sekretaris lanjutan, saya juga masih tingkat satu.
“oh, iya ada apa
mbak?
Gini maaf sebelumnya
belum konfirmasi dulu, tapi nama kamu udah masuk daftar panitia seksi logistic.
“loh kok nggak bilang
dulu, waduh…………, saya takutnya nggak biasa mbak, apa laghi tu kan masanya satu
semester.
Maka dari itu saya
tadi minta maaf, ini cuma mau menginformasikan saja karena belum confirm dulu
ke anda.
“iya, nggak apa-pa.
trus?
Bisa kan hadir di
kampus besok sore? Di aula C gedung Fakultas Kebidanan, untuk membahas lanjutan
kepanitiaanya.
“saya ada kelas sampe
jam lima sore tuh mbak, gimana?
Telat nggak apa-apa
yang penting anda bisa datang, kalo keberatan dan kurang bersedia anda bisa
mengundurkan diri di forum.
“ya, nanti saya akan
usahakan.
Sekali lagi maaf dan
terimakasih untuk kerjasamanya.
“iya, sama-sama.
Asalamualaikum,
“walaikumsalam,
jawabku sembari menghentikan percakapan.
Mimpi dua hari yang
lalu terlupakan, karena aku harus cepat-cepat berangkat ke kampus, jika tidak
ingin mendapatkan sanksi dari dosen karena tidak mengikuti mata kuliahnya.
***
[11 hari sebelum
bencana gempa Jogja]
Minggu depan ada quis nggak bro?
“duh entah ya…………………, jawab Yepi selenge’an.
Benerean ini mah, kan
lu PJ-nya?
“duh………………, belum ada
konfirmasi tuh dari yang bersangkutan.
Siapa, yang
bersangkutan? Ngeri amat……………, kayak orang bunuh diri aja bersangkutan………, balas
Asep selenge’an.
“dosennya kampret !
Deuh kitu we pundung
siga pembantu.
“ari maneh……, lain
ente tadi nanyakeun ka urang?
Ente nu ngapiheulaan,
nyak urang bales.
“beleguk sia !
Maneh bel.
“berisik !!! ti tadi gandeng
wae. Sela Iman, yang sedari tadi asyik menaruh pandangannya di depan monitor
Laptopnya.
Kunaun ente Man,
amuk-amukan. Geus cicing mun keur khusuk mah………
“matakna cicing
kampret !!
Geus tong di ganggu,
bisi ceurik engke na.
“polontong sia Yep.
Aku tak mau
menggubris apa yang sedang mereka bicarakan, lebih baik asyik di dalam arungan
mimpi indahku. Sampai dengan waktu yang memang tidak aku batasi, karena buatku,
hari ini adalah hari malas, khusus untuk aku. Because hari ini aku tidak ada
kelas dan tidak memiliki mata kuliah yang membosankan di dalam ruangan ber-AC
itu.
Ga, hudang ente. Ti
tadi kerek wae ente.
(sunyi senyap)tak ada
jawaban dariku, karena aku memang sedang malas.
Ga!!!! Kali ini Asep
sedikit berteriak, membangunkanku.
“heuuuuuuuuuh.
Jadi moal, ceunah
ente arek nganterkeun urang ka Baraga.
“ayeuna kitu?
(jawabku masih dalam tidur)
Hudang geura matakna,
paksa Asep padaku, sambil memukul kepalaku dengan bantal.
“hese……, hese………,
moal bisa si Angga mah di hudangkeun. Lamun teu indungna nu ngahudangkeun,
atawa aya dahareun. Ejek Iman padaku.
Naun sia Man, kadangu
ku urang teh?
“teu……………
Sepuluh menit
kemudian, aku telah menyelesaikan mandiku. Suasananya memang
segar ajib gila………, dingiiiiinnnnnnn.
***
Motor pinjaman telah
siap didepan kosan, perlahan pintu gerbang ku buka, karena memang belum ada
satu manusiapun penghuni kos yang keluar rumah. Tapi sudah banyak manusia dunia
lain keluar masuk kos-kosan sejak pagi tadi.
Kemana Ga?
“mau ke Baraga nyari
software, mumpumg keur aya pameran.
Lila moal?
“setengah jam lah,
emang rek di pake motorna?
Heueh, urang arek
ngajamput adi ti Rajawali.
“adik nu mana Goy?
Adik ti kabidanan,
hayiang nyaho we ente mah.
“hahai gitu ya, kalo
ada yang baru.
Dah ngarana geh
nyandung, syah-syah wae atu gaya.
“di usahain nggak
lama kok, ini juga Cuma mau nganter Asep.
Lama perjalanan dari
jalan terusan Jakarta sampai kosambi, karena jalanan ini memang daerah padat
merayap. Tidak ada kata lengang untuk daerah jalan ini, mungkin kalo musim
mudik aja kali.
Pasar kosambi telah
ku lewati, simpang lima jalan Gatsu, belok kanan mengarah ke jalan Asia-Afrika,
lalu ku arahkan ke utara menuju jalan St-Hall, kemudian belok kiri di daerah
Pasir Kaliki. Mulai terlihat begitu padatnya kendaraan yang parker di pinggir
jalan didepan Convension Hall Braga. Tertera didepanya sepanduk besar dan
baligo bertuliskan “Bazar Murah Pameran Elektronik selama 29 april – 15 mei
2005”.
Ada yang mengusik
mataku untuk tak berpindah ke tempat lain. Stand mungil dengan dekorasi yang
menarik mampu membuat stand itu terlihat elit diantara yang lainnya. Baligo
berdiri didepannya bertuliskan “Jogja Expo”. Dengan miniature Tugu Jogja
sebagai icon utamannya.
Aneh……, di pameran
elektronik seperti ini ada stand yang keluar dari jalur tema pameran (fikirku).
Ga, lo lagi mikirin
apaan?
“nggak, bingung aja
ama tuh stand (menunjuk kearah stand yang aku liat, dengan bibirku).
Mana? Tanya mereka
penasaran.
“noh, yang di
sebelahnya stand accer.
Ouuuu, emang kenapa
gitu?
“lo pada ngerasa aneh
nggak sih, ada stand laen diluar stand elektronik.
Lo aja yang
rada-rada, lo nggak liat barang apa yang dia orang pamerin?
“tas………
Iya tas, kalo nggak
ada tas, emang lo mau make apa bawa notebook / laptopnya? Dasar luh, nggak
nyadar.
“iya-ya, bener juga
lo Ming. Kagak nyangka gua…………
Napa, gua pinteur……,
udah ah yok kita ke tempat dia orang.
Akupun meninggalkan
beberapa fikiran yang masih menggantung akan stand tadi.sembari berjalan
menghampiri Asep dan kembarannya.
***
Semua udah kebeli, lo
nggak beli apa-apa Ga? Mumpung masih disini, terus harganya juga lagi
murah-murah.
“nggak ah, belom
tertarik. Terus mau kemana kita nih?
Balik lah……, nyari
makan dulu tapi…
“yuk lah, nggak enak
juga sama Dgoy, dah lama pasti dia nunggu kita. Bentar………… bentar………
(aku turun dari motor, sedikit berlari menjauh)
Kemana Ga?!!! teriak
Asep.
(kupalingkan muka
dengan sedikit berlari).
Baju biru kerudung
putih kacamataan, kemana ya (sambil berlari masuk pameran), nggak mungkin kalo
yang aku liat itu Dia (gumamku). Mataku masih mengitari ruang pameran,
mengawasi setiap orang yang menggunakan kerudung putih. Tapi nggak juga aku
temuin tipe yang aku liat tadi.
Mulai pasrah dengan
apa yang aku liat, ah paling tadi cuma perasaan aku aj (fikirku). Beberapa
detik aku keluar meninggalkan ruangan, sosok yang aku kejar tadi sudah ada di
parkiran, lima puluh meter jaraknya dari tempatku berdiri. Belum sempat aku
memastikan bahwa yang aku liat adalah Dia.
Woy, mau pulang nggak lo?
“ia, pulang-pulang.
Lo ini kemana sih Ga, kayak ngejer setan aja.
“enggak gua tadi kayak liat temen aj.
Katanya tadi motor
mau di pake Dgoy, eh malah lu lari nggak jelas.
“sori Ming, udah yuk
kita balik.
Sepanjang perjalanan
konsentrasiku terganggu dengan pengejaranku tadi, mudah-mudahan sih ini cuma
perasaan aku aj. Tapi cewek tadi jelas banget kayak kamu Key (gumamku).
***
[1 minggu sebelum gempa Jogja]
Gollllllllllllllllllll,
“gimana bro masak
dari tadi kalah?
Tenang, gua kan masih
punya jagoan satu lagi.
“ayo geh bro,
biasanya juga lo yang menang dari gua.
Mood jelek nih, gua.
stiknya jelek, dari tadi gua nggak dapet stik yang bagus, jadiwe kalah.
“beuh alesan aja lo
mah kalo lagi kalah. Serobot Aming
Lo aja kalah ama
Angga, sok-sokan lo Ming.
“ok bro, kita ketemu
di final, beres ngalahin Aming.
Buktiin geh bro, sela
Uje padaku.
Terlalu asyik didepan
TV maen Playstation seharian, bikin kita lupa waktu. Tak terasa sudah tengah
malam, waduh mataku udah tinggal beberapa watt neh. Tapi pertandingan
tinggal beberapa Leg lagi, apalagi ini partai penting buat aku dan Uje. Partai
bergengsi buat kami karena kami memang nggak pernah saling mengalahkan kalo
berada di final, karena kalo final harus di akhiri dengan penalty. Buat kami
itu bukan sesuatu yang membanggakan bila menang adu penalty.
Pertandingan memang
harus kami sudahi, karena jam yang memaksa kami untuk berhenti. Pukul satu pagi
dini hari tertera di jam hp, yang sempat aku lirik beberapa detik lalu.
Ga, gua pindah kamar
lah.
“nggak disini aja
Joi, tuh masih lega.
Nggak ah, dah penuh.
Gua pindah ke kamar bawah aj, ke kamarnya Dgoy. Dgoy juga tidur sendiri, biar
nggak umpel-umpelan.
“ya udah kalo gitu.
Duluan ya bro…………,
(sambil meninggalkan kamarku)
Sehabis Uje pergi
meninggalkanku, aku masih asyik memilih menu game. Akhirnya aku pilih game
Naruto battle, beberapa menit setelah kepergian Uje dan rasa ngantuk mulai
menyergap mataku, ku akhiri untuk tidur. Akupun beranjak ketempat tidur.
Seperti ada yang
tertinggal fikirku, mungkin lebih baik kalo aku menyelesaikan apa yang
mengganjal didalam diri. Aku belum pipis, hehehe…………,
***
Saya harus kemana ini,
buat menyelesaikan Tulisan ini?
“ehem, deheman suara
rentan didepanku.
Kok nggak ada yang
aku dapatkan, dari deheman anda.
“lakukanlah
perjalanan kearah timur (suara renta itu menjawab)
Dengan apa saya bisa
kesana?
“dengan segenap cinta
yang kamu punya.
Aku masih nggak
ngerti?
“tesis ini akan dapat
kamu selesaikan apabila kamu…………
Melakukan perjalanan
kearah timur?
“benar sekali, tapi
tidak hanya itu. Kamu juga harus menyelesaikan beberapa kesedihan mereka.
Dengan apa, Pak?
“dengan segenap cinta
juga.
Aku masih nggak
mengerti Pak?
“sesampainya disana
kamu akan mengerti.
Percakapan dalam
mimpi itu masih terus menggelayuti, fikiranku didalam alam nyata. Apakah maksud
mimpi itu? Harus kemana arah timur itu, sebuah Kota atau Negarakah timur itu?
Berapa lama jarak perjalanan yang harus aku tempuh. Dan menggunakan apa aku
kesana. Segenap cinta? Seperti apakah itu……………,
***
[5 hari sebelum gempa Jogja terjadi]
Goy, aku mau pinjem
motor di pake nggak?
“lama nggak?
Agak lama, mau cari
makan soalnya.
“nitip. (mencari
dompetnya)
Nitip apa?
“isi pulsa yang
duapuluh, rokok sampoerna, Orak-arik sambelnya yang pedes, es batu sama krating
deng.
Motornya mau di pake
jam berapa?
“tadinya buat nyari
makan, tapi klo mau kedepan ya nitip.
Kulajukan kuda besi
ini menyusuri jalanan complex, membelah suasana dingin yang masih mendekap
kulit, meski sudah memakai dobelan. Memang Bandung semakin dingin di malam
hari dengan musim penghujan seperti ini.
Kuurutkan dulu
tujuanku malam ini,plus pesanan yang telah di titipkan anak-anak. Mumpung masih
sedikit sore lebih baik aku mengarah ke daerah Dago dulu, mengecek pesanan
Baligo untuk ospek. Terus mampir bentar di toko rental Film, ada beberapa film
yang ingin aku lihat. Cashing Liberty, Nothink Hill, Bank Job, Italian Job, dan beberapa film
komedy Indonesia masuk dalam daftar pinjamku.
Isi pulsa, nyari makan, pulangnya baru beli yang
dipesan Goy, di warung depan kosan juga ad. Kuhentikan laju motor tepat berada
di depan counter, tertulis jelas besar plang dengan cat dasar putih, bengkel
cellular.
Hallo mas bro, isi
Telkom yang duapuluh ya.
“siip bos-nya, ada
lagi?
Udah itu aja, oia ada
berita apa neh?
“barusan ada maling
dikejer sama anak-anak tongkrongan.
Apa katanya yang
ilang?
“biasalah, malingnya
kelas rendahan.
O…, trus apaan yang
di ambil, sama malingnya?
“tah sarandal
anak-anak yang lagi di PS-an.
o…, ok lah, aku terus
ya.
“ini nomernya Goy ya?
Oi, duluan ya mas.
“yoi-yoi bro.
Gas kutancap dengan
kencang, memotivasi hormone adrenalin. Supaya memacu laju jantung lebih
kencang, dan memunculkan rasa hangat didalam tubuh. Sedikit mengimbangi udara
disekitarku malam ini. Sepanjang jalan muda-mudi terlalu asyik dengan
pasangannya, mengumbar kemesraan ditengah rintiknya hujan. Entah apa yang ada
di benak mereka, kebahagiaankah bila memeluk pasangannya dengan erat.
Jalan A.Yani, kulalui
lampu merah pun kuterobos karena jalanan sedikit lengang. Kususuri lapangan
Gasibu depan kantor gubenuran, atau orang Bandung bangga menyebutnya dengan
nama Gedung Sate. Entah darimana asal muasal nama itu, tapi bila diamati dengan
baik dari kejauhan, gedung itu memang mirip dengan bentuk gerobak sate.
Ku arahkan motorku
kebagian kanan jalan menembus play offer Untung Suropati, kemudian turun di
play offer arah ITB, melaju menyusuri jalanan sarat kemacetan. Karena Dago
adalah salah satu tempat hangout mereka yang suka mencicipi kuliner, baik dari
luar Bandung atau warga bandung sendiri.
Di depan gedung pasca
sarjana UNPAD, didepan deretan ruko-ruko pembuat papan reklame, dan penjilidan
kuhentikan motorku.
***
Pukul sepuluh malam,
jalanan Supratman dan A.Yani masih tetap ramai dilalui para pengguna jalan.
Kulihat jam sepertinya terlalu lama aku diluar, kasihan mereka yang memesan
makan.
Pertigaan pasar
cicadas aku belok kanan, menyusuri Mall Matahari lama, billiard nine dan BTM
sebuah mall yang baru akan dibangun, ku mulai memasuki jalan terusan Jakarta,
mengarah ke Antapani tempat kosku berada.
Nasgor sonny, adalah
tempat tujuanku terakhir. Karena aku telah membeli semua pesanan yang
dititipkan anak-anak padaku. Terlihat ramai sekali, tapi memang sudah biasa
jika warung nasgor sonny selalu ramai.
Weh aa Angga
(sapanya)
“ia mas sonny.
Darimana ni, kok
sedikit basah-basahan.
“hehe……, dari ngurus
spanduk mas.
Wah masa, nggak
percaya aku.
“ya udah kalo nggak
percaya.
Mau pesen apa mas?
“biasa mas, sambelnya
sedengan ya.
Capcay, sayurnya
banyak, nggak pake micin, sambelnya sedeng.
“yup sama satu lagi,
orak-arik sambelnya doble.
Ok, siap.
Sambil menunggu,
biasanya aku selalu berkutat denngan TTS. Hanya warung nasgor Sonny yang biasa
menyediakan teka-teki silang, guna menghilangkan rasa jenuh pembeli.
Oia jadi lupa, menu
orak-arik ini hanya ada di warung nasgor sonny. Seluruh Bandung anda tidak akan
menemukan jenis menu ini. Mungkin yang akan anda dapatkan adalah, nasi goring
gila, nasi tutug oncom atau beberapa jenis nasi yang sudah sering dikenal di
acara kuliner.
Orak-arik ini adalah
jenis makanan dengan nasi putih biasa. Tapi penyajiannya yang berbeda. Cara
pembuatannya adalah :
-
Pertama :
goreng bumbu campur dengan air panas sedikit.
-
Kedua :
masukkan mie telor yang biasa di campuran bakso
-
Ketiga :
masukkan sayuran (kol, sawi dan brokoli)
-
Keempat : bisa
di tambahkan telor di orak-arik, ati / ampela
-
Kelima : beri
kecap hingga berwarna, saus secukupnya dan sambal
-
Keenam :
tuang masakan tadi di atas nasi putih,kemudian tuang telur dadar atau ceplok di
atas masakan, siap disajikan.
***
[1 hari akan datangnya bencana itu]
Kemarin temanku dari Kediri memberikan kabar
tentang keberadaan keluarganya yang sehat semua. Masih teringat obrolan kami di
telphon.
Bener ya Ga, liburan kamu bakal kesini? Tanya pacar temanku. Dia adalah kekasih temanku di Bandung.
”insyaallah ya, tapi nggak janji, gimana kalo
ada rezeki sama waktunya”. jawabku.
Awas lo kalo bohong, ancamnya.
”kan aku dah bilang klo insyaallah, jadi
nggak janji ya”. Hehehe...
Jadi teringat ketika temanku mengajak ke
Kediri untuk menemui kekasih tercintanya. Ternyata itu sudah 2 minggu yang
lalu.
Ga ngke beres semesteran, urang indit ka Kediri yuh? Tanya
Asep padaku.
”arek naon seh kaditu? Tanyaku balik.
Biasa lah urang geus empot-empotan ieuh nahan
rindu, unggal poeh geus kaemutan weh bengeut si eta.
”mbung, urang teu boga duit, teu gaduh acara
kaditu”. Jawabku.
Ke di ongkosan ku urang, angkat jeung uihna,
kumaha? Tanyanya dengan mengiming-imingiku.
”moal, sekali mbung nyak embung. Urang teu
hayang kaditu kur jadi obat nyamukna sia”. Jawabku tegas.
Geus ke di bere budak ditu, bebaturan kabogoh
urang.
”moal, geus aya urang mah”.
Sih Ga, baturan urang. Urang teh teu nyaho
daerah ditu, kur ente bebaturan urang nu pigaweanana ulin, jeung nyaho daerah
ditu. Rengeknya padaku dengan sedikit memelas.
”tapi urang teu gaduh acis, kumaha tah?”
Geus teunang weh, urang ongkosan inid, uih,
jeung hirup didinya. Jawab asep mantap.
”okeh mun kitu mah, deal”.
***
[2 jam
sebelum gempa di kota Jogjakarta]
Bukan kebiasaanku bila bangun pagi langsung menonton
telivisi, bila tidak bergadang malamnya. Aku lihat salah satu saluran televisi
nasional yang selalu menyuguhkan berita baik domestik atau mancanegara, saluran
televisi ini mungkin hanya orang-orang tua yang butuh informasi tentang keadaan
dunia atau remaja muda dan dewasa yang memang menikmati bahasan memelikan otak
buat santapan mata mereka. Saluran yang selalu berisi tentang berita, berita,
dan berita. Tanpa ada sinetron, movies action atau sekedar film kartun
anak-anak.
Aku masuk saluran lain dan isi acaranya
adalah penyejuk iman dan rohani, tapi baru saja aku ingin mengganti kesaluran
yang menurutku lebih menarik, tombol remot tak sengaja tertekan ke saluran
berita. Aku sempat tertegun mengamati berita bahwa telah terdeteksi oleh BMG
(Badan Meterologi dan Geofisika) bahwa ada pergeseran lempeng bumi di pulau
jawa. Yang berpusat di Jawa Tengah.
Aku amati jam dinding diatas kamar kosku,
ternyata jam menunjukkan pukul 3 pagi, terlalu pagi rupanya. Kumatikan TV lalu
beranjak ke kamar mandi, diam sejenak di ruang tengah. Apa yang mau aku lakuin
ya? Tanyaku dalam hati. Pandanganku mengitari seisi ruangan lalu berhenti di
meja yang diatasnya terdapat komputer. Kudekati meja itu, kemudian ternyata aku
terpikir kembali ingin ke kamar mandi.
Kubasuh muka kucel ini dengan air yang
langsung turun dari keran. Dinginnya air mampu mengembalikan nyawa yang tadi
sempat berpencar ketika aku tidur. Tanpa sadar aku melakukan ritual wudhu, lo
aku kok wudhu? Dalam diri membatin. Ah, sekalian aja shalat malam, udah lama
aku nggak shalat tahajud, mungkin ini adalah sebuah kerinduan.
Aku gelar sajadah, aku pakai semua aribute
perangku untuk menghadap Dia yang maha suci dan Kasih Sejati. Beres melakukan
salam dan masih dalam keadaan duduk terakhir di rukun shalat, ada sekelebat
kenangan tentang Jogjakarta, memangsih delapan hari yang lalu perasaan kangen
dengan kota itu semakin terasa. Sampai-sampai aku berjanji dalam diri, bahwa
setiap tahun setidaknya satu kali aku harus melakukan perjalanan memori ke kota
Jogjakarta.
Jalan-jalan daerah Merican Gejayan sampai
pasar Demangan dengan lembutnya mengalir ke permukaan imajiku. Jalan Janti yang
jadi patokan keluar kota jogja ke Klaten, Boyo lali dan Solo tampak jelas dalam
ingatanku. Ada apakah gerangan? Gumamku. Semua itu aku anggap biasa saja
mungkin hanya suatu memori sesaat yang ingin muncul. Ku angkat kedua tanganku
dan kutengadahkan wajah ngantuk ini, sambil terucap semua permintaan hati.
Hingga tak sengaja kumendoakan dia dalam kidung do’aku. Sudah 2 tahun rupanya
aku tak pernah menyebutkan namanya dalam do’aku.
Ya ALLAH, pertemukanlah
aku dengan dirinya. Bahagiakanlah dia bila dia telah memiliki kebahagiaan. Lindungilah
dia dalam lindunganmu, dan aku telah ikhlas bila dia memang bukan untukku. Do’a itu kurasakan begitu mengalir
dan terasa ada perasaan hangat menjalari seluruh tubuh. Tak kusadari butiran
lembut nan hangat meleleh menuruni bukit terjal jerawat-jerawat yang melekat
erat di pegunungan wajahku. Aku
menitikkan airmata rupanya, karena sudah lama aku tidak menangis dan mencoba
untuk menangispun aku tak mampu.
Teringat terakhir kali aku menangis, di bulan
ke 7 aku berada di jogja. Yah, selama 6 bulan lamanya setelah aku meninggalkan
kampung halaman hampir disetiap sore hari aku menangis, tanpa diketahui
siapapun termasuk kakakku. Tapi, kali ini aku menitikkan airmata, apakah ini
sebuah kerinduan yang telah berhenti di ambangnya?.
***
Kayaknya sih cinta monyet, he…he…he…
Monyet yang ada di Kali Urang itu, tempat
rekreasi yang sangat Sejuk dengan udara pegunungan yang segar, hehe…… kayak pocarisweat. Semua itu bisa sejenak
mengobati letihku dalam perjalanan hidup ini yang seolah-olah menuntutku untuk
tetap berdiri Kokoh diatas pondasi yang telah aku bangun sejak aku kanak-kanak.
Kubuka jendela pagi bersama udara yang letih, bersama
dengan gejolak hati yang tiada henti. Bukan karena habis lari pagi, melainkan
habis menahan keinginan untuk bisa mengetahui keadaan Jogjakarta.
Hari pertama gempa Jogja aku gagal ikut rombongan
pertama para relawan. Terpaksa aku harus menunggu hari ketiga baru dapat pergi
menjadi relawan gempa Jogja.
Hati ini semakin berdebar tak menentu, menanti
keberangkatan malam nanti, rencana kami akan berangkat menggunakan kereta.
Karena kendaraan umum yang ke Jogja
sudah terjual habis semua tiketnya.
Baiklah rekan-rekan relawan, kita akan berangkat mala ini menggunakan kereta, ucap Syarif ketua regu rombongan. Sambil membagikan
pakaian yang akan dikenakan oleh regu relawan.
Untuk akomodasi nggak perlu dipikirkan, tempat tinggal
disana UGM siap menampung kita. Masalah teknis lainnya nanti bisa kita bahas
ketika akan berangkat, paham.
Paham, jawab seluruh relawan dengan tetap
mempersiapkan obat-obatan dan beberapa barang dumbangan yang akan turut dibawa.
Bedanya barang-barang sumbangan seperti ; selimut, pakaian, dan sembako sudah
sebagian berangkat dengan bus dan beberapa mobil box.
7.30 Pm
Sirine mobil meraung-raung membelah jalan, kelompok
relawan pun mulai berangkat dengan diantar oleh beberapa polisi rider. Membelah
jalanan A.Yani-Terusan Jakarta-Kiara Condong. Sampai juga kami tepat waktu
keberangkatan kereta, karena kereta malam di Bandung hanya ada dua loket,
Stasiun Hall dan Stasiun Kiara Condong.
Rombongan relawan menggunakan stasiun Kiara Condong
yang berangkatnya lebih awal di bandingkan stasiun Hall, yang berangkat masih
jam sebelas malam nanti.
Rekan-rekan sebelum kita berangkat sebaiknya cek
kembali barang bawaan masing-masing, dan jangan lupa untuk mengusahakan mampu
menjaga diri masing-masing. Serta sebaiknya kita berdoa dahulu agar dalam
perjalanan kita selamat sampai tujuan, berdoa sesuai kepercayaan masing-masing
mulai, Syarif mengakhiri diskusi.
Perjalanan ke timur?
Dengan segenap
cinta………,
Apakah ini maksud
beberapa mimpi itu
Menyusun semua
ketidak pastian
Hingga mengharuskan
ku seret
Langkah lunglaiku ke
Jogjakarta-mu.
***
Di
ujung terotoar Malioboro
Sepi…
Inilah yang dapat aku gambarkan
Jogjakarta kota dengan seni dan budaya biasa ramai
hari-harinya
Kini sepi, walupun tak sesepi kota mati
Jogjakarta masih tetap bertahan, mempertahankan
senyumannya dibalik kesedihannya. Dari sudut trotoar lampu merah sudut jalan
Malioboro, aku dapat merasakan betapa Jogjakarta menjadi kota yang mendalami
semua memori yang pernah terjadi dikehidupanku.
Kayuhan becak yang membawaku mengitari jalanan kota
membawaku kembali kedalam kenangan masa silam, dimana semua kenangan itu
terangkum indah bersama Keyrina Priscilya Citrandy. Melampaui semua
keterasingan yang kini menjadi batu.
Sebatu pencarianku di kota ini, sebatu perasaan ini
yang telah menjadi karang di pegunungan hati nan sunyi.
Aku sengaja berhenti tepat di pelataran parkir selatan Malioboro, ku ucapkan terimakasih kepada tukang becak yang telah mengantarkan aku ke kawasan Malioboro. Sengaja hari ini aku keluar sendiri dari camp tempat kami tinggal, istirahat tengah hari ini aku manfaatkan untuk menikmati Jogjakartaku lagi. mengingat setiap sudut kenanganya. tak lama ku melemparkan pandanganku kesetiap sudut jalanan dan pasar tak banyak yang berubah setelah tiga tahun aku meninggalkan kota ini.
Masih terasa sedihnya Jogja dimataku, meski gempa sudah berlalu seminggu namun getirnya masih saja terasa disetiap tatapan warga Jogja. beruntunglah kawasan Keraton, Alun-alun, dan Pasar Malioboro masih tetap terjaga dari guncangan dahsyatnya bumi. lama aku mengelilingi bagian dalam pasar, banyak toko tidak buka nampaknya, mungkin mereka masih diselimuti rasa takut akan adanya gempa susulan. tapi semua itu tidak berlaku buatku yang ingin tetap merasakan memori hati.
Pemadu
kasih di tengah Bringharjo
Rasa ini rasa yang pernah aku rasakan bertahun-tahun lalu lamanya, saat aku masih pertama kali berlari dari sekolah untuk mencari sebuah buku bacaan diseberang jalan dari pasar ini. aku lalu menuruni tangga dimana tempat menyucikan diri berada, masih seperti dulu juga nggak banyak yang berubah. dengan sedikit menyentuh air yang terkucur dari keran, aku sudah mampu hanyut dan tenggelam didalam memori, dalam kenagan dan dalam sulitnya pencarianku.
Beres mensucikan diri dan berwudhu, aku lalu menaiki tangga untuk segera masuk kedalam masjid. yang pertama kali aku suka dari masjid ini adalah sambutan pertamanya, ketika kita memasukinya. sapaan sejuk yang tak sekedar dari sebuah angin, melainkan sapaan sejuk yang tertanam hingga keakar jiwa.
Mungkin itu hanya perasaanku saja yang terbawa kembali oleh lautan kenangan itu, tapi dimanapun berada setiap masjid akan selalu menyuguhkan ketenangan bagi siapa saja yang memasukinya. lama aku berdiri menikmati perasaan itu, tak lama kemudian mataku terkejap, kulangkahkan kakiku menuju barisan terdepan kuniatkan untuk shalat dua rakaat menghormati rumah Allah SWT ini.
setelah beres kuhadapkan wajahku keharibaanya, ku telungkupkan dua tangan didada ini sekedar memohon agar kenangan ini jangan cepat berlalu. beberapa menit aku syahdu dan larut dalam ketenanganya pengurus masjid mengumandangkan iqomah tanda shalat ashar berjamaah akan dimulai. akupun berdiri dan bergeser dari tempat dudukku, kemudian meluruskan dan merapatkan barisan dengan orang disebelahku.
lima menit rasanya aku tenggelam didalam kelemahanku, dibawah naungan sebuah rindu, rindu yang entah aku hantarkan untuk siapa? apakah untuk sosok Key yang selalu membayangi atau rindu kepada tuhanku Dzat yang maha Agung. aku terkadang malu jika rasa rinduku kepada hambanya melebihi rinduku kepada-Nya.
butuh beberapa menit untukku kembali menyelami syahdunya ketenangan yang disuguhkan oleh masjid ini, dimana serasa tiada ketakutan, keresahan, dan kegelisahan yang aku rasa seperti saat aku berada diluaran sana, disini, didalam hati terasa tenang.
ini adalah asa yang terbungkam
seiring dalam kesedihan Jogja yang aku rasakan
selangkah dalam lelahnya yang tak kunjung bertuan
hingga semua kembali dalam satu nama
nama yang Maha Sempurna, yang mampu menggiring hati
hati disetiap detik gusaran lelap debu
diantara berseraknya rindu untukmu sekedar rindu
tak sebesar rindu ini untuk-Nya.
Rasa ini rasa yang pernah aku rasakan bertahun-tahun lalu lamanya, saat aku masih pertama kali berlari dari sekolah untuk mencari sebuah buku bacaan diseberang jalan dari pasar ini. aku lalu menuruni tangga dimana tempat menyucikan diri berada, masih seperti dulu juga nggak banyak yang berubah. dengan sedikit menyentuh air yang terkucur dari keran, aku sudah mampu hanyut dan tenggelam didalam memori, dalam kenagan dan dalam sulitnya pencarianku.
Beres mensucikan diri dan berwudhu, aku lalu menaiki tangga untuk segera masuk kedalam masjid. yang pertama kali aku suka dari masjid ini adalah sambutan pertamanya, ketika kita memasukinya. sapaan sejuk yang tak sekedar dari sebuah angin, melainkan sapaan sejuk yang tertanam hingga keakar jiwa.
Mungkin itu hanya perasaanku saja yang terbawa kembali oleh lautan kenangan itu, tapi dimanapun berada setiap masjid akan selalu menyuguhkan ketenangan bagi siapa saja yang memasukinya. lama aku berdiri menikmati perasaan itu, tak lama kemudian mataku terkejap, kulangkahkan kakiku menuju barisan terdepan kuniatkan untuk shalat dua rakaat menghormati rumah Allah SWT ini.
setelah beres kuhadapkan wajahku keharibaanya, ku telungkupkan dua tangan didada ini sekedar memohon agar kenangan ini jangan cepat berlalu. beberapa menit aku syahdu dan larut dalam ketenanganya pengurus masjid mengumandangkan iqomah tanda shalat ashar berjamaah akan dimulai. akupun berdiri dan bergeser dari tempat dudukku, kemudian meluruskan dan merapatkan barisan dengan orang disebelahku.
lima menit rasanya aku tenggelam didalam kelemahanku, dibawah naungan sebuah rindu, rindu yang entah aku hantarkan untuk siapa? apakah untuk sosok Key yang selalu membayangi atau rindu kepada tuhanku Dzat yang maha Agung. aku terkadang malu jika rasa rinduku kepada hambanya melebihi rinduku kepada-Nya.
butuh beberapa menit untukku kembali menyelami syahdunya ketenangan yang disuguhkan oleh masjid ini, dimana serasa tiada ketakutan, keresahan, dan kegelisahan yang aku rasa seperti saat aku berada diluaran sana, disini, didalam hati terasa tenang.
ini adalah asa yang terbungkam
seiring dalam kesedihan Jogja yang aku rasakan
selangkah dalam lelahnya yang tak kunjung bertuan
hingga semua kembali dalam satu nama
nama yang Maha Sempurna, yang mampu menggiring hati
hati disetiap detik gusaran lelap debu
diantara berseraknya rindu untukmu sekedar rindu
tak sebesar rindu ini untuk-Nya.
Labels: Jogja Disini Masih Ada Cinta
0 Comments:
Post a Comment
<< Home