10 tahun sudah....
pagi ini rangga terpekur di pinggir tempat tidurnya, dengan menunggu nyawanya yang hilangh setelah delpan jam lamanya menempuh perjalanan tidur, dan harus terbangun karena janji dengan pasienya di rumah sakit.
setengah lima pagi, udara yang masih begitu menyengat dinginya dan mengkungkung tulang sehingga terasa semakin melumpuhkan persarafan tubuhnya. rutinitas yang selalu di jalaninya setiap hari setelah bangun tidur adalah membasuh wajahnya dan membersihkan diri lalu kemudian berlalu menuju tempat untuk beribadah. mungkin hari ini adalah hari yang akan membuatnya mengingat masa itu, waktu dimana dia harus merelakan semua, hingga rasa itu masih tetap tertinggal.
seperti biasa pula dia selalu menyiapkan sebagian dari lembaran roti yang tertumpuk di atas meja kerjanya, menyaksikan betapa berantakanya meja kerjanya oleh beberapa makanan yang berderet disana hasil pemberian beberapa penggemar dan pasiennya. setelah selesai membenahi diri dan mengenakan sepatu matanya tertuju pada jam yang melekat di lenganya.
pukul enam lima belas menit, aduh aku akan terlambat ini... gumamnya sambil berlalu meninggalkan kontrakanya. lima menit kemudian rangga sudah berada di pinggiran jalan biasa dia menunggu angkutan umum, beruntung ada kenalanya yang memberikan tumpangan sampai ke rumah sakit dimana dia bekerja dan berjanji akan bertemu dengan pasiennya.
tujuh lewat lima menit akhirnya dia sampai di dalam ruanganya, pasienya sudah setengah jam menunggunya. dengan rasa amat menyesal dan menyunggingkan wajahnya yang seperti biasa dia lakukan, dia menghampiri pasienya. maaf pak sudah mau menunggu saya begitu lama..., nggak apa-apa dok, belum begitu lama juga saya duduk disini.
pak yan, seorang yang sudah terlalu lama menjadi pasienya. pasien yang selalu on time dan setia datang padanya di rumah sakit, karena pak yan tidak hapal tempat klinik dan rumahnya. pak yan telah lama mengalami sakit nefrophaty menahun dimana dia di anjurkan untuk melakukan hemodialisa atau cuci darah dua kali dalam seminggu.
hari ini dirinya meminta pak yan untuk bertemu denganya karena ada yang ingin didiskusikan mengenai kelanjutan terapi yang harus dijalani pak yan. selama diskusi pak yan terlihat lebih banyak diam dan sesekali mengangguk tanda menyetujui atau mengerti dengan apa yang dia bicarakan.
sejam berlalu
akhirnya dia mengakhiri percakapan itu, dan mengantarkan pasienya keluar dari ruanganya. dengan wajah yang terlihat puas dengan apa yang sudah mereka bicarakan. tapi dari beberapa obrolan dan wajah pak yan yang dia amati seperti dia mengenali bentuk wajah itu, wajah yang hampir sama dengan wajah seseorang teman di waktu SMA dulu, namun sudahlah buat apa di tanyakan? fikirnya.... hingga dia masuk kembali keruanganya setelah tubuh pak yan bersama sopirnya tak terlihat lagi.
***
tak terasa sudah lima tahun dia berada di rumah sakit ini, karena sebelumnya dia sudah melalui dua tahun berada di rumah sakit daerah yang diperbantukan sebagai dokter muda pengganti.
namanya adalah Angulo de ilmi la nieve sering di panggil dengan sebutan ilmi, selama dua tahun di pelosok... tepatnya di kabupaten Banjarnegara, di ujung kota Purwoerojo dia biasa mendapatkan pelajaran yang amat sangat berharga baginya terutama masalah kemanusiaan.
disuatu pagi yang cerah saat dia akan pergi ke rumah sakit daerah tempatnya ditugaskan, dia harus terhenti karena banyaknya sapi yang menghalangi perjalananya. sapi-sapi itu biasa seperti itu dipagi hari karena berebut akan dibawa ke kali untuk dibersihkan oleh pemiliknya. yang terhenti perjalananya tidak hanya dia.
masih banyak warga lain, terutama anak-anak yang akan pergi keekolah. dan diantara yang berhenti itu ada yang unik baginya, seorang wanita muda yang mungkin seusianya atau lebih tua sedikit beberapa tahun dari dirinya, berkerudung besar, menggunakan baju langsungan... yang sering disebut dengan gamis. turun dari sepedanya dengan begitu sigap membantu sapi-sapi itu menepi ke pinggir jalan.
yang semakin membuatnya kagum adalah, wanita muda itu tidak sungkan menggunakan telapak tanganya untuk mendorong tubuh sapi-sapi itu yang jelas amat sangat baunya? hahaha dia hanya dapat tersenyum dengan menertawai kejadian pagi ini.
setengah bulan berada di desa ini akhirnya dia mulai hapal dengan kebiasaan dan keunikan desa ini, karena merasa masih berjiwa muda dia juga sering ikut kumpul main bola atau voli dengan warga disore hari bila dia tidak dinas di rumah sakit. atau sesekali diajak kumpul oleh kepala desa untuk sekedar rembug desa bersama orangtua dan pemuka disana.
sempat pula dia diajak untuk menjadi penasehat di karang taruna atau perkumpulan pemuda di desa itu. beberapa kali hadir dalam pertemuan pemuda membuatnya semakin banyak belajar. ternyata mereka yang tinggl didesa lebih kreatif, inovativ, dan motivativ. dahsyat............. gumamnya tak henti-henti, karena dia semakin banyak belajar ilmu alam, sosial dan lingkungan di luar bangku akademik yang dia pelajari.
hampir sebulan lamanya dia tidak pernah lagi ikut berkumpul dengan pemuda atau kumpulan orangtua, semua itu dikarenakan dia teramat sibuk dengan keadaan di rumah sakit. tak terasa setengah tahun sudah dia berada disini. mengamati sapi-sapi yang selalu menutupi jalan, memperhatikan bebek disore hari yang rapih, menyaksikan kawanan kambing berlarian pulang kekandang, memperhatikan kicauan burung prenjak yang selalu indah didengar di pgi dan sore hari, terutama dikala hujan.serta tersenyum sampai rumah sakit karena melihat wanita muda yang rela membantu menepikan sapi.
11 juni 1998
pagi ini teramat dingin dengan seiring hujan yang terus mengguyur desa. setiap pagi tak lagi dia melihat gerumunan anak-anak pergi keskolah, meski masih ada saja beberapa sapi yang bermain-main di tengah jalan. baru saja dia akan mengayuh sepedanya menuju rumah sakit tempatnya mengabdi.... dirinya tertahan oleh panggilan warga di belakangnya.
mas ilmi.....,
"ya jawabnya dengan menolehkan wajahnya kearah suara yang memanggil.
maaf mau mengganggu, tapi ada warga yang sedang sakit dan membutuhkan bantuan.
"oh.... ia, siapa ya mbak? tanyanya sambil memutar arah sepedanya.
hardi mas, anak bapak kusnan, rumahnya yang dibelakang mushala.
" ayo, sebaiknya kita cepat kesana.....
setengah jam kemudian ilmi sudah akan berpamitan dengan keluarga pak kusnan, karena dia sudah ditunggu di rumah sakit oleh pasienya. namun harus berhenti lagi karena sekarang pak kusnan minta pertolongan lain, untuk mengantarkan atau lebih tepatnya berangkat bersama mbak Yuki Ambarningrum, wanita yang selalu membuatnya tersenyum karena sapi-sapi itu. dan wanita yang hampir setengah tahun ini tidak dia kenali namanya, mungkin seandainya pak kusnan tidak mengenalkanya dia tidak akan pernah mengenal namanya.
singkat cerita setahun sudah dokter ilmi berada di desa itu, membaur tak lagi sebagai pendatang melainkan sudah menjadi warga yang ikut andil dalam setiap kegiatan didesa. diapun semakin dekat dengan yuki yang ternyata seorang lulusan S2 australia, yang baru setahun ini pulang kedesanya demi memajukan perekonomian desanya. usia mereka terpaut dua tahun, tapi selama kenal dengan yuki dia belum pernah bertandang kerumah yuki atau mengenal orangtua yuki, karena sebenarnya yuki adalah orang jogja, yang tinggal bersama neneknya di desa ini sejak kecil.
mungkin lebaran saja dia pulang ke jogja untuk menjenguk orangtuanya, atau orangtuanya yang datang kesini. hingga waktu itu pun datang, masa pengabdian menjadi dokter di desa ini sudah habis, akhirnya dokter ilmi harus dipindahkan kekota. namun karena dirinya sudah nyaman dan terikat hatinya oleh desa ini maka dia tak ingin meninggalkan desa ini. namun apa mau dikata dia tidak bisa menolak SK yang sudah dikeluarkan oleh negara, meski sebenarnya dia enggan meninggalkan desa ini terutama harus jauh dari yuki.
kedekatan mereka memiliki arti sendiri buat ilmi, meski dia tidak pernah berani menyatakannya kepada yuki bahwa sesungguhnya dia ingin yuki menjadi pendamping hidupnya. namun rasa itu harus pupus seiring dengan kedatangan ibu yuki dari jogja, mengabarkan bahwa ada seorang pemuda sukses melamar yuki untuk menikah. sebagai anak yang tidak ingin durhaka kepada kedua orangtua, akhirnya yuki meng-iakan lamaran itu. mendengar kabar itu akhirnya ilmi memutuskan untuk bertahan didesa ini beberapa bulan, karena rencana resepsi pernikahan akan diadakan di desa ini.
laki-lai yang beruntung itu bernama Arif Lutfi Raihan, seorang yang penuh sahaja dan juga pengusaha muda yang sukses. sesuai dengan namanya sosok arif selalu menyelimuti dirinya, dia dan arif bahkan sudah seperti saudara meski baru beberapa kali bertemu. karena arif merasa bahwa dirinya sudah banyak membantu yuki dan keluarganya disini. semua itu dia terima dengan ikhlas meski hatinya masih sedikit sakit menerima semua itu.
dua mingu lagi resepsi akan berlangsung, seperti biasa ilmi harus pergi ke rumah sakit. sampai di jembatan biasa dia ada perasaan aneh... apa yang akan terjadi? kenapa hari ini teramat sepi? tak ada sapi-sapi? tak ada nyanyian burung prenjak, tak ada langit yang indah? tak ada yang abadi rasanya.....,
sesampainya dirumah sakit, dirinya dikejutkan dengan pasien di ruang gawat darurat. seorang perempuan muda yang begitu cantik terkulai lemah menatapnya, ya Allah ucapnya.... (meski belum fasih). dia teringat seorang teman SMP dulu, Wiwi Sulistyaningsih..... ia benar itu wiwi teman sekelasnya yang sempat dia suka, seorang juara umum disekolahnya dulu. akhirnya wiwi tertolong meski dengan keadaan kritis...., hingga akhirnya mereka berbincang tentang masa lalu. ternyata wiwi bersama suaminya akan kembali ke rumahnya di jakarta setelah dari jogja, namun kendaraan mereka pecah ban dan oleh kemudian masuk kali. untungnya dia dan suami tidak apa-apa.
***
minggu terakhir didesa ini ilmi tidak tau lagi kabar yuki..., ini hari ketiga terkahir dia harus berada disiini. malam ini dia harus lembur karena status dinasnya yang telah dijadwalkan, hingga ada beberapa perawat yang menyodorkan list pasien baru masuk pagi tadi, tapi dia bukan yang jaga pada saat itu. di atas list pasien itu tertera nama kuki, nama yang unik menurutnya......
perlahan dia memasuki ruangan VIP karena takut membangunkan pasien dan keluarga yang sedang istirahat, itulah yang selalu dia lakukan diruangan apapun, kenyamanan pasien amat dia perhatikan. wjahnya tersentak saat melihat sesosok ibu sedang terbaring dikursi menunggui pasien. dia sudah dapat menebak siapa pasien itu? tepat pasien itu adalah yuki.... salju yang masih mencairkan hatinya, yang mampu mengajarinya semakin dekat denga tuhan barunya.... karena dari yuki dia semakin mengenal begitu indahnya dunia barunya. dunia Islam tepatnya, dimana dia merasa tak sedekat ini dengan tuhan sebelumnya.
dimana yuki selalu menjadi gutik dalam dia melangkah..., meski ada ustadz Rendra yang selalu mendampinginya. namun andil yukilah yang mendekatkan dia dengan Allah SWT sedekat sekarang ini. dua hari terkhir dia merawat yuki...., namun Allah berkata lain. subuh hari setelah tiga hari ini dia tidak istirahat akhirnya dia harus merelakan tubuhnya yang semakin tidak sehat. seiring dengan vonis bahwa seseorang yang selalu mencairkan hatinya harus berpulang kepadaNya. dengan diagnosa terakhir iskemik cardio + nefrophati.
beberapa detik kemudian.......
dia teringat..., lalu bangkit dari tempat duduknya. berlari sekuat tenaganya menyusuri koridor rumah sakit. dia tidak perduli lagi dengan pengunjung yang memperhtikanya, dan beberapa satpam yang ikut berlari dibelakangnya, karena merasa ada yang urgent. dia buka dengan cepat pintu masuk ke dalam rumah sakit, tak banyak fikir dia berlari menuju parkiran dan dia menghentikan mobil itu......
pemilik mobil itu keluar dari mobilnya, dengan menggunakan bantuan tongkat. diiringi oleh anak perempuanya yang tadi tidak ikut kedalam mengantarnya, pria tua itu bertanya dengan sedikit nada bingung didalamnya.
ada apa dok? tanya nya sambil mendekati dirinya.
"maaf pak yan ada satu pertanyaan yang ingin saya ajukan, apa bapak kenal dengan Yuki Ambarningrum? tanyanya dengan sedikit tersengal.
iah, dia anak saya. tapi sekarang sudah tidak ada, ada apa dok?
"tanpa banyak kata dia mendekati pria tua itu dan menjabat tanganya dengan begitu hangat. serta mencium tanganya. maaf pak saya melakukan ini, hari ini saya akan mengucapkan bahwa saya pernah mencintai dia. sampai sekarang rasa itu masih ada, maka ijinkan saya menganggap bapak sebagai orangtua saya.
on voyage kuki........
di sudut salju aku ucapkan terimakasih
dalam lengkungan waktu aku titipkan senyummu
diletih air aku goreskan sifatmu
diakhir nafas kuucapkan sadarku
terimakasih telah menjadi perantara pelita hitamku
mempertemukanku dengan DIA sang pencipta-ku
dalam sujudku ku do'akan dirimu.
semoga engkau tenang disisi-Nya.
desiran angin di sisi balkon, 8:pm
0 Comments:
Post a Comment
<< Home