tulisan ini hanya fiktif belaka
bila ada kesamaan didalam cerita ini, maka
mohon di banggakan, karena semua memang saya sengaja
hehe......
namanya aisyah, anak berusia delapan tahun ini adalah seorang penjaja gorengan. sudah setahun ini dia menjajakan gorengan itu, membantu ibunya menggantikan ayahnya yang telah lama pergi entah kemana. sedangkan ibunya harus sibuk dirumah mengurus kakeknya yang telah lama mengidap penyakit kronik.
biasanya sebelum subuh hari dia sudah terbangun, bukan terbangun oleh mimpi buruk, suara jangkrik, ramainya jalanan dipingir rumahnya, melainkan dia terbangun oleh do'a yang dipanjatkan ibunya dalam setiap simpuhan malam hari. aisyah mungkin salah satu dari beberapa anak usia sekolah yang harus berjibaku menjemput takdirnya.
entah apa perasaan seorang bapak yang tega meninggalkan keluarganya, terutama istri dan anaknya yang baru tiga hari menatap dunia, anak itu tak lain dan tak bukan adalah asiyah. nama yang pertama kali terucap dari mulut ibunya pada saat persalinan, dengan maksud bila nanti dia telah beranjak dewasa... aisyah kecil bisa setegar, sepintar dan se-muslim istri baginda rasul.
tadinya aisyah adalah anak yang sama dengan anak-anak seusianya, namun karena kakeknya sakit-sakitan maka aisyah berubah menjadi putri dewasa karbitan. yang seharusnya usia seperti dia tidak perlu berfikir mencari nafkah, usia seperti dia adalah uasia mencari tahu akan ilmu, dan tumbuh kembang. jarak rumah ketempat biasa dia berkeliling menjajakan makananya sekitar tujuh kilometer. jarak yang tidak wajar bagi seorang anak berusia delpan tahun.
aisyah sering terbangun dimalam hari sebelum ibunya mulai beraktifitas membuat adonan kue, ini adalah satu do'a yang selalu membangunkanya. do'a yang ikhlas meluncur dari mulut seorang hamba yang akan diijabah didunia yaitu ibu, "ya Rabb dipelupuk mataku saat terbangun adalah anakku, aku tau Engkau mengirimkan dia sebagai pelita di taman hatiku, namun aku tak sanggup harus melihatnya tertatih menjadi putriku. ijinkanlah rezeki kepadaku untuk mencukupi kebutuhannya ya Rabb. jangan biarkan aku sombong akan hal itu, karena hanya Engkau lah sang pemberi rizki"
selatan pantai ancol.
9 am
panas terik mulai membuktikan bahwa pinggiran daerah pantai memang harus seperti ini, sepeda yang biasa mengantarku menjajakan koran memaksa untuk berhenti, karena sang pengendaranya mulai dehidrasi. entah apa yang membuatku berhenti ditempat itu. tempat yang tak begitu ramai, namun masih banyak orang yang lalu lalang...... sahabat kerongkonganku terasa kering, sedangkan uang disaku hanya cukup untuk membayar modal hari ini. jika kau gunakan uang ini maka esok hari aku harus rugi.
kadang waktu tak berpihak, biasanya koran bawaanku sudah habis sebelum jam sembilan, sekarang masih tersisa sepertiga dari bawaanku. aku hanya dapat mengulum air liur yang sedikit terasa di kerongkongan. rasanya terlalu sesak, sampai-sampai aku tak bisa lagi merasakan begitu panasnya mentari. tapi beberapa meter dariku, aku melihat seorang bocah kecil menghampiri.... dengan membawa beberapa jenis jajanan.
aku hanya tersenyum sinis, karena menurutku pasti anak itu akan menjajakan daganganya padaku dan ternyata apa yang kupikirkan benar. selang beberapa menit anak kecil itu sudah berada dihadapanku.
kak, mau beli gorengan saya? dia menanyakan sambil membuka beberapa penutup yang menutupi keranjang jajananya.
aku masih asyik dengan gerutuan didalam hatiku (ga' tau pa ni anak, gue ni haus tapi ga' mungkin gue beli pake duit ini, eh malah dia nyuruh gua beli jajananya).
kak, mau beli ga' kak? masih anget-anget kok kak...... sambil menunjukkan beberapa buah jajanan.
dengan terpaksapun aku menjawab pertanyaanya, sedikit sinis dalam kata-kataku. ga' de' dah sana ketempat laen, jangan disini nawarin jajanannya gua kagak laper.
oh..., kakak ga' mau beli ya...? tanyanya lagi dengan tidak beranjak dariku. tapi kakak kelihatanya haus? ini aku punya sebotol minuman belum dibuka, kakak mau?
aneh bangget neh anak, dah gua ketus biar dia ga' ada disini, bikin tengsin gua ja. sifat angkuhku yang menjawab pemberianya. ga' gua kagak haus, mending lo pergi dari sini deh. ngapain juga lo jualan ditempat yang jarang orangnya kayak begini.
hehe..... menurut guru ngaji aisyah, Allah itu udah ngatur setiap rizki buat hambanya, dan Allah nggak pernah salah memberikan apa yang telah di tentukan sama Dia. sambil tetap memegangi botol minum yang akan di berikanya padaku.
(weit neh anak nyolot juga, malah nyeramahin gua) gumam gua dalam hati sambil panas dalam dikit. udah deh gua kagak butuh ceramah lo, mending loh kesana noh.... sambil menunjukkan lokasi yang ramai dengan pengunjung.
ya, nti aisyah kesana..... tapi kakak mau nerima air minum ini ya? sambil meletakkan botol minuman yang belum terbuka segelnya di samping tempat dudukku, membenahi keranjangnya dan beranjak pergi dari tempat kami berada.
belum beberapa jauh dari langkah kakinya, aku menghentikan langkah kakinya dengan memanggil namanya. aisyah...... wajahnya dipalingkan kearahku dengan seuntai senyuman. aisyah... mau nggak aku ganti minuman ini sama koran tanyaku bodoh......
senyum itu tak lekas hilang dari pipinya, malah semakin merekah mendengar pertanyaanku. kakak....., aku ga' butuh koran meski aku ingin tahu baca buku bergambar, ibuku juga nggak suka baca koran, apalagi kakek.
ia ya.... jawabku semakin bodoh...... gimana kalo buku cerita bergambar? tanyaku sambil mengambil sisa satu majalah anak-anak.
senyum itu tak lekang dari wajahnya, aku memang suka baca tapi kalo buku itu dikasih aku, kakak pasti bakal rugi..... karena harga buku itu nggak sebanding dengan minuman botol itu. sambil menunjuk botol yang ada disampingku.
tak terasa ada yang basah mengalir dipipiku, itu airmata...... yah benar itu air mata teman. air mata yang tak pernah sebelumnya mengalir dengan sendirinya. kecuali terpaksa atau memang dipaksa. aisyah..... kamu orang pertama yang bisa membuat bekunya sudut mata ini mencair kembali.
kakak kok nangis.....? tanyanya padaku tanpa ragu. sambil melatakkan keranjang jajananya ke terotoar, mungkin berat untuk anak seusianya.
hehe.... aku tersnyum namun bersedih, sedih bahagia yang tak terperi di sanubari ini. terimakasih aisyah..... tulus senyummu itu yang mengantarkan pahamku. nggak kok, aku nggak nangis cuma kelilipan semut aja. jawabku menutupi rasa maluku.
oh, kalo gitu jangan dikucek ya kak..... kata ibu kalo kelilipan dikucek nanti bisa sakit mata. kemudian dia berpamitan dan berlalu, tanpa menghiraukan aku.
***
dari saat itu hingga kini kami selalu bertemu ditempat yang sama, tempat dimana pertama kali aku bisa menangis, tempat pertama kali aku mengerti betapa semua itu bisa berharga hanya dengan keikhlasan.
aku mengenal aisyah..... kami saling memahami dan berbagi, kadang jika aku tidak berdagang aisyah selalu menanyakanku pada koper koran didaerahku, aku sempat berkunjung kerumahnya. bahkan sudah seperti keluarga malah, karena dikota ini aku hanya sebatang kara... keluargaku berada di pelosok nanjauh di barat indonesia.
tujuh bulan lamanya aku tidak pernah bertemu lagi dengan aisyah kecil....., aisyah yang kini telah menginjak usia sembilan tahun lebih tiga bulan, aisyah yang semakin pintar, aisyah yang tak pernah mau melepas senyumnya kepada siapa saja, aisyah yang selalu tau betapa hidup... tak selamanya harus memberi tapi ada kalanya meminta. namun meminta kepada yang menciptakan hidup.
akupun belum sempat kerumahnya, karena pesanan koran yang menggunung.... itu juga berkat aisyah, karena aisyah... koran-koranku bertebaran kemana-mana dan karena aisyah aku banyak mendapatkan pelanggan. aku belum sempat menemuinya ditempat biasa karena tugas kuliah yang semakin menggunung dan skripsi yang sebentar lagi harus aku selesaikan.
Elegi Senja Dalam Sunyi...
dua tahun sudah aku tidak bertemu dengan aisyah..... tepatnya ketika terakhir aku hanya mampu melihat tubuhnya di balik lalu lalang kendaraan yang ramai, kini aku sudah menjadi seorang instruktur..... di perusahaan besar di jakarta, instruktur enginering diperusahaan yang kini aku berada didalamnya. pagi ini berasa beda dengan pagi-pagi lain, aku ingin sekali mendatangi kediaman aisyah...... dan membawa keluarganya untuk menikmati apa yang telah aku dapatkan.
sekaligus memperkenalkan dan mengundang mereka keacara resepsi pernikahanku, dengan cepat kuhubungi calon istriku yang baru seminggu kemarin aku lamar setelah seminggu sebelumnya aku bertemu pada acara pengajian di masjid daerah kemang.
calonku pun mengiyakan..... ajakanku, dengan sangat senang dan menghubungi asistenku di lapangan bahwa aku tidak bisa hadir khusus hari ini, karena aku ingin menemui keluarga motivasiku.
sesampainya dirumah itu, rumah yang tak banyak berubah dan rumah yang pernah menentramkanku..... aku tak menemui sosok aisyah yang aku harapkan, tapi ada anak kecil mungil berkerudung yang berlari kecil masuk kedalam rumah, sambil memanggil bu Arfi yang juga ibu dari aisyah....
asalamualaikum wr.wb, salam kami sebelum masuk ke rumah.....
wa'alaikumsalam wr.wb, kepala ibu arfi menjembul dari balik pintu yang memisahkan ruang tamu dengan ruang makan dan dapur. sedikit kaget.... suaranya berucap oh, mas Ilmi... masuk mas, sambil mempersilakan ku masuk ke dalam rumah aisyah kecil.
gimana kabarnya bu...? tanyaku, tak lupa ku perkenalkan calon pendampingku. tidak ada keanehan dalam percakapan kami hingga aku ingin bertemu aisyah. mimik muka bu arfi mendadak berubah semu memerah, terdengar perlahan helaan nafas yang di buangnya begitu saja.
mas ilmi belum tahu? tanya ibu arfi sedikit serius.
belum bu jawabku meyakinkan, sambil memandang kearah ibu dan calonku. tanda bahwa memang aku nggak ngerti apa yang telah terjadi.
singkat sekali ibu itu menceritakan kejadian hampir dua tahun yang lalu, setelah terakhir kali aku melihat aisyah hanya dari balik punggungnya saja. tak sengaja pula pada saat itu, calonku melihat photo wisuda kecil di atas dinding pintu kearah dapur dan ruang makan. tertulis nama yang sangat aku kenal disana Aisyah Syafaka Umi. dengan wajah lucu nan imut serta senyum khas di wajahnya.
citra calonku pun ikut terisak dan menangis sejadi-jadinya..... akhirnya dia menceritakan hal ini padaku bahwa sebelum aku kenal dengan dia, dia juga telah berkenalan dengan aisyah. aisyah pernah menjadi pembantu therapy di kliniknya, karena aisyah semua pasien anak-anak yang berada di kliniknya. memiliki motivasi dan sugesti untuk pulih sembuh..... hingga akhir hayatnya citra juga yang pertama kali membawanya ke rumah sakit dan memberikan pertolongan. namun aisyah kehilangan banyak darah.
sehingga tenaga kesehatan terlalu sulit untuk menanganinya. namun pada saat orangtuanya datang, citra ada panggilan dari klinik untuk menangani pasien lain. buat citra, aisyah adalah kunci dimana dia mampu membuka pintu yang selama ini lupa di buka olehnya...... bahwa seseorang akan mampu menyembuhkan bukan dengan medis. melainkan dengan hati..... dan izin Allah SWT.
NB : buat aisyah.... terimaksih sudah menjadi sesuatu yang menitikkan air mataku
membuatku pertama kali mampu berbagi senyuman meski hanya senyuman
terimakasih sudah memberitahukan pertama kali betapa iklas itu dahsyat
terimakasih juga telah membantu mempertemukan jalan itu......
0 Comments:
Post a Comment
<< Home