lengkap sudah semua dalam perjalanan waktu
akhirnya mampu juga kulewati akhir tahun itu
tahun yang banyak menyeka keringat emosi psikis ku
karena semua yang aku jadwalkan tidak semuanya tercipta sempurna
di balik gerimis sang pagi, di belakang awan mendung yang mewakili secercah harapku
dengan secepat kilat menggambarkan sekitar pelangi di antara senja yang bergemuruh.
Hujan di awal Januari di 1-1-11.........
pagi ini hari begitu dingin mengekang raga ini, aku terbangun pukul empat pagi tepatnya di bangunkan oleh ibu. untuk menyantap secangkir susu yang telah disediakanya beberapa menit lalu....
tapi masih terlalu enggan tubuh ini untuk meninggalkan mimpi dan pembaringan yang nampak begitu nyaman. kuseret dengan paksa raga yang terkulai ini hingga terpaksa bangun sempoyongan menggapai dinding-dinding kamar yang sama dinginya dengan perasaan hati itu. rasanya masih terlalu berat karena aktifitas seharian dan kurang tidurnya aku malam tadi karena mengerjakan laporan untuk diajukan saat dinas esok pagi.
kutarik nafas sedalam mungkin dengan hoaman singa yang biasaku lakukan, dengan sedikit memuletkan tubuh yang terasa kaku karena baru bangun dari mati sejenaknya. entah hari ini sangat berbeda suasana diluar sana lebih dingin dari biasanya. terasa sangat meyakinkan untuk tidur lagi, tapi aku ada janji.... jani untuk menyelesaikan beberapa tugas dari institusi yang harus di persentasikan hari ini.
mentaripun terlalu malu untuk muncul menampakkan wajah cantiknya, melenggang diantara tirai mendung sang awan namun tak secerah hati ku pagi ini. entah apa yang terjadi padahal kemarin aku sempat merasa hal yang sedikit berbeda (berfikir) karena aku menemukan sosok yang sama namun jauh segalanya dan dia sama seperti sebelumnya.
buat dirimu yang sempat mempesona kan sembilan hariku sebelum tahun baru, yang pernah menorehkan kisah di saku memoriku walau hanya seminggu. tapi terimakasih sudah bisa membuat semua berbunga kembali setelah lima bulan aku tertinggal janji. oleh dia yang telah berani mengepakkan sayapnya dengan sayap milik orang lain, bukan milikku.
hari ini terasa asing, asing dengan negara baru daerah baru dan jajahan baru, tak ada yang membuat duniaku terusik, tidak seperti hari kemarin dimana semua terlalu menyenangkan untuk dijalani. semoga disini aku tidak bertemu dengan yang sama, mereka yang muncul dan perlahan berhenti kemudian berlalu. semoga.........
ini kalo ga' salah only hope, eha.... ha.... ha...... ini khusus untuk loh ha... ha.... ha..... i see you face everyone. i'm tired iam reach for my stridor, tapi hujan hari ini mampu menegaskan buan mengibas jejak yang baru akan menapak, biarkan semuanya menjadi yang Dia inginkan dalam buku besar catatan malaikat-Nya. dalam bait ikhlas rasa yang penuh dengan ke-abstrakan dan tak seorang manusiapun mampu mendeskripsikan bentuknya.
semoga di harapan yang entah kapan akan berakhir bentuknya, dan aku yakin itu pasti ada meski entah berada pada siapa? semoga tidak hanya sebuah tanya yang menjadikan pertanyaan yang mampu tersampaikan, buat temanku yang berada di selatanya sumatra, lo ga' bakal bisa mengerti apa yang ada dalam benak gua sekarang. karena gua dah berkembang. ga' seperti kutu yang berdiri dalam kotak, bukan pula elang yang berada di angkasa, tetapi gua hanya mencoba menjadi umang-umang yang tak bercangkang, yang tak pernah berhenti mencari cangkang terbesar dalam perlarianya.
POEM FROM SUROUND OF DESTINY
di belakang matanya aku tersipu, meski terpaut suram
di belantara sunyi nyanyian hati lirih menggaung, bersama.....
tetes hujan menapaki rindu arus sungai, di utara sang mentari
bacakan takdir yang pernah kau temukan, karena itu milikku
menanti dalam tenangnya badai di separuh tautan sang waktu, terungkap
jangan pernah mencoba gambarkan apa yang pernah terlihat, tentang ku
jangan pula menyangkal, bahwa kita pun pernah di dalamnya
belukar dalam beningnya sang alinea, tersingkap dengan sebuah bahasa
terbuai dalam genggaman nyanyian bintang di ujung syurga, di tenangnya cahaya
masih ingatkah....? enggan rasanya rasa itu mengungkapkan, sulit untukku....
berenang dan mengais kembali sepuluh tahun yang pernah menghentikan kaki
noktah persinggungan sang titik
yang menjerit saat tak dipersatukan
karena hanya kan menjadi bias, dan mengkristal
apakah aku harus menunggu salju mengeras dan membatu
atau haruskah aku terus berlalu, meski sebagian raga tertinggal - terhenti.
***
Ya rabb, andai Kau ijinkan. biarkan aku selesaikan dulu sebagian kisah pendidikanku. baru tuntunlah aku untuk menapaki apa yang sedang Kau persiapkan dan Kau janjikan. karena semua cerita yang terbuat indah untukku sengaja aku sendiri yang menundanya, hingga aku mendapatkan kado terindah itu. hadiah spesial yang pernah Kau ambil-ambil dan ambil lagi..... karena Kau telah mengganti dengan yang semestinya yang Kau tau pantas untukku.mulai dari gerak lurus, karena rumusnya semakin rumit. karena percepatan gue mau minum susu, mau cuci muka, mau sikat gigi, mau berdiam diri diantara nuts-nuts laptop yang masih menunggu buat jejak tulisan di kertas maya yang sedang gua kotori dengan tinta print. atau mau bertengger diatas nyamanya genting, karena dah nggak ada kegaduhan kembang api lagi, setelah malam kemarin semua orang membakar duit mereka. demi sebuah nama di tahun berbeda.
sekarang sedikit berkelok dan tak terdapat sumbunya, mungkin akan sama dengan garis-garis yang telah berlalu. jangan pernah menjadi apa yang tak pernah kita inginkan menjadi. ga' usah juga menentang karena sesuatu yang tak semstinya ditentang. karena aku akan tetap seperti ini mengalir seperti air namun memiliki cakram yang mencengkram diantara bebatuan, bukan seperti apa yang mereka fikirkan.
dalam resah dan desahan alam dia adalah sabda kehidupan meski terbengkelaikan. untuk mulai tak perlu berlari, tak perlu juga merangkak, tapi berjalan apa adanya seperti yang pernah mereka ajarkan. terbitkan prasangka di berbagai keindahan yang pernah aku temukan, tapi jangan pernah berlalu loading dengan rain yang perlahan mengiringi di pagi hari.
hujan di awal tahun, di hari ketiga di senandung langit yang mengebu. di samudra yang sedikit menangis, di tengah-tengah puisi yang melirih dan disitu aku menunggu. menunggu memori yang semakin larut meski tak pudar.
masih menetes air dari putihnya, sama seperti kita
beralihlah sekarang putih ke hitam, hati ini kusam
angin mulai bergilir, memutari atmosfer kegalauan
sekarang mereka membisu, atau aku yang menuli
menempatkan sejuta butir-butir musim di samarnya akhir
aku masih menyanyikan nyanyian senja
tentang ada dan tiada, tentang satu senja yang aku nanti.
ketika bergugurlah seluruh air di kantung awan
dan tersenandunglah bait kerinduan
untuk memori di tahun kemarin, untuk asa dan harapan serta mimpi yang mengguncang di tahun depan, untuk semua kenagan yang perlahan mengisi shaf-shaf laci cerebrum. dan damai dalam kidung rencana Tuhan.
untukmu yang masih tersenyum.........
meski senyum itu tidak merekah pada mentariku
di selubung jingga di antara ungunya waktu...
dalam akhir tahunku ....
0 Comments:
Post a Comment
<< Home