
lebih dalam diresapi hujan lebih sering jatuh berganti, mengikis bunga kedamaian dalam lelap tak terbantahkan. meski setiap mimpi semakin membuatnya berarti, namun tetap saja hujan selalu seperti ini.
senja masih saja malu dalam balik bilik kelambu malam
nya, entah apa yang dia fikirkan? sama kah dengan penglihatanku selama ini? dimana semua itu berlalu secara perlahan berarak tak berlawanan, hingga usai sudah pengharapan yang terkaburkan. entah lah.....
tubuhnya masih saja menggigil menyesuaikan dengan cuaca diluar hatinya. beberapa hempasan badai yang pernah menerpa hilang begitu saja, meski berulang namun dia sudah bisa menerka arah perjalanan badai itu, dan selalu bermuara pada satu titik. kejenuhan....
beberapa detik berlalu, tubuhnya tak pagut oleh keadaan dibelantara alam raya. namun sesekali mengikuti irama yang disuguhkan, meliuk merendah menyemai dingin sapaan angin sore. meski disampingnya hanya ada ranting dan ilalang, wajahnya semakin tidak aku mengerti, pastinya terlalu pelik cerita yang akan dia bagi. karena itu pernah dia janjikan kepadaku.
empat tahun yang lalu dimana ketika kami masih pertama kali senang mendaki buaian angin dimusim hujan dalam rentang hutan yang sedikit menghangat meski jarang bersahabat, berlarian menuruni berbagai bebatuan kecil nan berkerikil namun tak pernah melukai, menyelam berendam dan melayang diatasnya sabana bersama dengan kawanan kuda-kuda muda. atau sesekali mengais jejak-jejak cerita yang tersimpan rapi dalam sebuah kantung memori tapi tak juga bisa tergambar kecuali dengan menemukan wajah kami pada permukaan air.
beberapa helai lambaian pohon yang bergantung pada bukit-bukit itupun tak dapat
menggambarkan betapa rumitnya perjalanan yang sedang dia tempuh, meski disetiap awal perburuan dirinya selalu menitipkan satu kalimat yang sama, lo pasti bakal ngerti nanti... klo sudah tepat waktunya.
aku masih saja terlarut dalam ketidak tahuan dan rasa penasran yang telah lama menggantung, ingin mendengar apa yang dia janjikan. bersama dengan helaan nafas yang memburu seiring dengan lambatnya masa ketika aku, dia, mereka, kalian dan semua terlelap dalam imaji masing-masing. dunia semakin terbuka seiring dengan apa yang telah aku tancapkan, seonggok asa yang selalu membebani pundak dan harus dititipkan kepada sudut pegunugan dimana ketika aku rindu, aku mudah saja untuk mengingatnya karena posisinya yang berada diatas langitku.
suaranyapun perlahan meluncur namun tertahan, seperti ada bebatuan bingung yang mengganjal perjalanan kata-katanya, mengingkari sesuatu dengan cepat apa yag ingin dia ucapkan. e...... enggak jadi ucapnya tanpa beban ekspresi.
okeh, jawabku dengan nafas yang tertahan karena inilah waktunya... menurutku. aku harus kembali menelan rasa penasaran ini seiring dengan masuknya kata-kata yang ingin keluar dari pengecapnya.
sekali lagi.... kepala itu bergerak dari posisi vakumnya.
yap...., ayo turn on me and say something (harapku)
namun hanya senyum kecut yang dia kibaskan tepat di bawah kelopak mataku, dan kemudian kembali lagi pada posisi semula dengan semakin merengkuh kakinya karena dingin semakin menjelma sesuai lingkup yang kami tempati.
untuk kesekian kalinya aku harus tetap menahan nafas dengan kuluman penasaran yang semakin tak aku mengerti. jangan buat aku menjadi bagian darimu..... bagian dari ketidak mengertianku akan ceritamu, kebodohan yang sama yang pernah kita lakukan, bagian dari sesuatu yang hingga saat ini membuatku tertahan dalam batasmu. please dont make me like this pintaku (meski dia takan pernah mendengarnya).
langit mulai menampakan warna yang selalu kami rindukan warna yang tidak akan ada dalam setiap anganmu.... warna yang hanya dirimu sendiri memaknainya apakah warna itu? warna yang terbersit setiap asa dan rasa yang kita ingink
an.
lekukan cakrawala itu terlihat jelas, tapi tidak tegas. tidak setegas awan yang berarak mengiringi langkah kepakan burung menuju waktu pulang, tapi juga tak sejelas dengan goresan luka yang persetiap waktunya selalu terngiang dalam rasa hingga saat ini. setelah perjalanan esok entah sampai kapan aku masih bisa tersenyum dalam lara yang sesungguhnya indah, dan tak mampu ku mengerti entah sampai kapan juga semua ini berakhir tanpa harus aku akhiri dan tetap kunikmati? dia menyerocos dengan dan tanpa menoleh kearahku.
aku semakin bingung dengan apa yang sedang dia lakukan, namun aku tetap memasang telinga dengan apa yang akan kudengarkan nantinya.
seperempat usiaku sepertinya habis bareng lo pada, habisnya di jalan. kayaknya nggak pernah gua ngerasain apa yang dimaksud dengan ritme kehidupan? kayak apa bentuknya juga gua nggak bisa nyentuhnya... hampir mati cuma karena letih tertelan sekelumit kesulitan dan selalu hidu
p diantara ilalang-ilalang...,
dia meneguk beberapa aliran air dan kemudian melanjutkan ocehanya. lo semua pasti dah tau gimana kisah sebenernya.... tapi gua nggak bisa berbagi untuk beberapa waktu, karena gua belum siap. gua belum mau dan nggak mau kalo gua cerita ke kalian, malah bikin kalian terbebani. tanpa dia sadari bahwa tak ada seorangpun disitu selain kami berdua, dan akhirnya dia menolehkan wajahnya.
kini terlihat beberapa guratan yang sepertinya sudah menumpuk bersama dengan senyum dan canda tawa. sesuatu yang teramat sulit untuk dipikul sendiri, sesuatu yang sudah mengkristal dan tak bisa dikikis meski dengan mesin pengikis berdiameter puluhan atau ratusan.
senyum kakunya terbingkai meski kemudian dia sembunyikan dalam cerita berikutnya, ini yang pemngen gua ceritain sama lo bro.... sesuatu yang sebenernya lo dah tau dari banyak orang bahwa berita semua tu salah gua, tapi gua yakin lo selalu nunggu langsung berita itu dari gua.
8 oktober 2000 adalah kesalahan gua menurut semua orang, tapi seandainya Rara masih disini dia pasti bakal nge-iakan cerita gua ke lo. pagi itu dextro dateng ke kosan bilang klo bulan oktober awal kita bakal ngelakuin trip.... long trip tepatnya, dengan menjamah ilalang-
ilalang yang belum pernah kita jamah, diawali dari timur bali tepatnya rinjani tempat yang sekarang kita dudukin. siapa aj yang ikut? tanya gua ke dextro.
dextro jawab, semua lingkungan kontrakan dia sama beberapa anak gunung yang ada di kosan gua. karena gua masih ngantuk dan gak kuat buat ngangkat badan gua ia aj... dia liat foto rara diantara buku ensiclopedi gua, dextro bilang sambil sedikit selengek-an cewek luh juga kayaknya ikut deh troy.... tapi gua belom pasti siapa yang ngebolehin cewek ikut trip kali ini, soalnya trip yang sekarang bakalan makan waktu lama banget. soalnya rute terakhir perbukitan di bukit barisan sumatera tepatnya gunung jempol didaerah Prabumulih....
pas hari keberangkatan semua perbekalan sama peralatan rescue dah lengkap, cuma yang belom lengkap data riwayat hidup dari setiap pendaki yang ikut long trip. gua juga nggak pernah tau kayak apa bakalanya karena di long trip sekarang gua harus jaga dua nyawa..... nyawa gua sama rara. bukan berati yang laen gak gua pikirin, tapi rara bukan anak luaran nggak pernah nyentuh yang namanya gray area, nggak tau gimana kerasnya perjalanan yang menurut keluarga dia mungkin nggak penting ini.
singkat cerita gua sama rombongan sengaja pake kereta pagi, maksudnya klo pagi dari jakarta subuh sampe surabayanya. yang pertama buat ngehemat waktu sama ngehemat dana
, sesuai itungan subuh kita dah disambut teriakan ayam di stasiun semut. kita terusin naek bus ke madura dan perhentian pertama trip adalah bali... itu juga buat bersih-bersih diri alias mandi. tanganya muali mengayun melemparkan batu kecil dari genggamannya.
cerita itu seakan terhenti, namun kemudian dia lanjutkan lagi. di bali ada yang bikin gua kepikiran terus.... sama perjalanan ini, tapi gua berharap nggak bakal terjadi apa-apa. bangsal gua liat sempet kepasar tradisional gitu, karena gua nggak punya pikiran jelek makanya gua biasa aj. tapi rara begitu sampe di bali beda banget.... beda kayak apa yang pernah gua kenal selama itu gua deket sama dia, rara semakin manja... nggak pernah mau gua tinggal semenitpun. meski gua kudu ke kamar kecil, dia juga pengen ikut. sampe-sampe semua orang ngomongin kita berdua kayak di jakarta nggak pernah pacaran aj.
tapi dari semua perbedaan yang gua rasain dari rara, satu yang paling menonjol. dia semakin dewasa man....., semakin bisa memposisikan dirinya sebagai seorang putri dari kedua orangtua yang perhatian sama dia. mungkin buat gua ato kita yang liat biasa aj, sebagai sebuah proses pemahaman karena jauh dari induk. tapi hati kecil gua bilang hal yang laen... sesuatu yang bakal ninggalin bekas banget nantinya buat gua. gua tetep lempeng aja dan gua harus menepiskan fikiran jelek itu.
akhirnya kita sampe di lombok dan harus naek dengan kondisi oktober yang ramah den
gan guyuran hujan, persis kayak sekarang. perjalanan kesini mulus bro..., mulus banget sampe diatas sini keadaan masih terlalu indah sampe kita nunggu pagi juga masih bagus banget. sama banget sama suasana sekarang, hembusan dan belaian angin yang bakal bikin gua sama diwaktu yang berbeda.
dia menghentikan ceritanya dan mengambil cangkir kopi yang airnya telah habis, namun tetap dia teguk. meletakannya serta bergeser dari posisinya, kini menatapku dengan lekat dan seakan ingin mengabarkan hal yang tidak aku ketahui, tentang akhir dari cerita ini.
di tempat yang sama kayak sekarang tepatnya diposisi ini, gua lagi bakar jagung yang kita bawa dari bawah. rara bilang.... udara mana katanya dari atas gunung ada pemandangan yang paling indah.... selain sun set sama sun rise....., sabar ya ra.... ntar juga kita bakal liat sesuatu yang lebih susah didapet dari edelwish.
ku potong ceritanya, sori-sori udara itu maksudnya rara apa? gua nggak ngecun.

udara itu gua, buat rara gua itu udara...., sesuatu yang bikin tenang dan nggak pernah sadar betapa kita butuh udara, apa pernah kita ngitung seberapa sering kita ngirup udara? kayak gitulah perumpamaan udara atau gua buat dia. mo di lanjutin kagak neh cerita..... tanya troy padaku dengan sedikit kesal.
ok jawabku. dengan membetulkan alas dudukku.
lo liat disudut yang sekarang gua tunjuk....
disana senyum rara terkembang, disana juga semua
cerita ini jadi sebuah kenangan. gua harap lo bisa bilang ke orang-orang kalo gua bukanlah yang menyebabkan rara harus pergi, karena lo tau bro...., rara adalah air buat gua. gua tahan nggak ketemu makanan berharri-hari bahkan berminggu, tapi gua nggak tau kayak apa gua tanpa air.....
dibatas pelangi senja itu terakhir rara bilang dan sekarang masih tertempel jelas dalam benak dan otak gua. " aku pengen kamu jadi mataku, hati sebagai perasaku, fikiran dari jiwaku buat ngerasain keindahan yang sekarang lagi aku nikmatin. karena belum tentu aku bisa ngeliat yang seperti ini disini ato ditempat berbeda, bahkan bareng kamu"
gua sempet bilang, jangan bilang gitu.... kita pasti masih bisa ngeliat pelangi senja disini bareng-bareng.
sehari duamalem rombongan long trip disini, karena cuaca oktober semkin nggak bersahabat. maka kita ambil inisiatif pulang paginya, diperjalanan rute yang kita lewatin licin banget. padahal klo musim ujan lo tau sendiri...., nggak selicin waktu itu. berhenti kita di pos kedua, tapi semua nggak bisa nuggu lama karena rara kena hipoksia. akhirnya kita pasang perlengkapan recue, gua yang nahan di belakang paling depan burgo. karena posisi rara semakin berat dan nggak bisa lagi nunggu lama, gua ambil inisiatif gua roll dari atas pake blankar.
burgo nggak nyadar kalo tali yang dipake pengamanya cuma satu, gua udah nggak kuat nahan beban. dextro dateng ngebantu gua....., tapi pas udah mau sampe pos satu dextro angkat tangan malah nyuruh potong tali. klo nggak semua regu kebawa keprosok kebawah, gua cek keadaan rara.... gua udah ngerasa dia semakin jauh dari gua. ceritanya terhenti
aku perhatikan dengan seksama dia mengusap airmatanya, aku biarkan dia masuk kedalam memori yang pernah membuatnya menjadi sebuah udara.
dia tarik nafasnya dan menguatkan diri kemudian melanjutkan ceritanya. gua gendong dia tepat di belakang ransel gua, gua sengaja lari menurunin perbukitan buat bisa segera ke pos kesehatan. gua tersungkur gara-gara kepeleset ranting, untung posisi jatuh gua yang dibawah. jadi rara ada diatas gua..... yang bisa gua ucap dalam isakan hujan cuma " ra bertahan ya..... jadilah seperti air yang udara butuhkan, troy yakin rara bisa bertahan ".
gua lari dan masih sepenggal senja terselip diantara pinus-pinus itu, sampe di pos kesehatan jam empat sore. semua karena cuaca yang kurang bersahabat, tapi untung semua regu turun dengan selamat kecuali rara. yang bikin gua nggak tahan adalah harus ngeliat dia berada dalam balutan kabel dan selang medis, saat dia harus dirujuk ke rumah sakit kota.
empat hari gua nggak bisa istirahat, tidur gua kata anak-anak udah kayak mayat. mungkin lo tau sendiri ceritanya bro.... gua sempet menanti pelangi dalam rintih hujan tapi gua nggak juga nemuin, sampe rara harus ikhlas melepaskan udara yang melingkupinya.
seperti sekarang dibatas pelangi senja ini gua bakal ngerelain air membasahi gua dan biarkan air bersatu bersama udara karena itu memang sudah takdirnya. orangtua rara dari pertama nggak suka sama gua, dan mungkin sekarang semakin jijik ngeliat gua. tapi gua bakal nemenin air gua, di kehidupan yang kekal....
aku terpukul telak, lalu kemudian berteriak lantang. lo jangan sembarangan ngomong troy.... lo nggak boleh kayak gitu, itu namanya egois. lo masih punya janji buat ngerasain apa yang ingin dirasain sama rara. weak up man dont give up.
gua nggak pernah menyerah bro.... setelah sebulan yang lalu gua divonis mengidap kanker getah bening. dan gua telah melengkapi janji gua sama rara, klo gua bakal menyatukan udara dengan air dibatas pelangi senja.
lo egois troy.... gimana nanti kita bawa lo turun, wah sembarangan neh lo....
woi tenang aja.... masih lama juga umur gua jawab troy dengan sedikit bercanda dan senyuman yang mulai terkembang dalam wajahnya. akhirnya kami memutuskan turun dari rinjani yang indah esok pagi.
perjalanan menuruni gunung pun lancar kami lalui, sampai akhirnya ketika akan menaiki kendaraan umum untuk ke kota. troy terkulai lemas dan pingsan, semua berteriak semua bersedih karena harus secepatnya dapat mengantarkan troy ke tempat yang benar yaitu rumahsakit. namun tuhan berkata lain..., troy harus mengakhiri senyumnya dalam lambaian sang pelangi senja yang tergantung lemas di sisipan bukit dan pepohonan rinjani.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home